Bersekutu, Berkarya dan Bersaksi...

KRISTOLOGI

I. Pengantar
Pertanyaan mengenai “Siapakah Yesus Kristus?” adalah pertanyaan yang penting sekali dijawab oleh setiap orang beriman. Yesus sendiri telah mengajukan pertanyaan itu kepada murid-muridNya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”, yang lalu dijawab Petrus : “Engkau adalah Mesias” (Mrk 8:29) atau Marta: “Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia” (Yoh. 11:27). Pertanyaan tentang “siapakah Yesus bagimu” tidak hanya dijawab murid-murid angkatan-angkatan pertama, tetapi juga mengundang setiap angkatan orang beriman dan setiap murid untuk memberikan jawaban sesuai dengan kebutuhan dan konteksnya masing-masing. Tepat jika dikatakan dalam kristologi, umat Kristen bergumul dengan Yesus Kristus, dan apa yang sebenarnya digumuli ialah: relevansi Yesus Kristus sepanjang sejarah, sejauh mana makna dan arti tokoh Yesus bagi manusia.
Dalam teologi bidang Kristologi memiliki tugas menjawab: siapakah Yesus yang lahir dan hidup pada waktu dan tempat tertentu itu, yang kemudian diimani sebagai Allah yang menyatakan diri kepada manusia ….. Kristologi adalah teologi tentang Kristus. Jelasnya bahwa kristologi menaruh perhatian terhadap masalah hubungan antara yang Ilahi dan apa yang insani dalam pribadi Yesus Kristus.
Jadi kristologi adalah suatu upaya menjelaskan pokok iman Kristen tentang Yesus Kristus.

Refleksi teologis atas pengajaran dan perbuatan Yesus melahirkan pemahaman kristologis yang dinyatakan melalui berbagai ungkapan, gelar dan gambar figuratif Yesus. Para penulis Perjanjian Baru (PB) misalnya, masing-masing memberikan dan mengekspresikan gambar dan figur Yesus sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman iman mereka. Di dalam PB, nama Yesus memiliki kepelbagaian gelar misalnya sebagai Mesias, Anak Allah, Penyembuh penyakit, Gembala yang baik dan lain sebagainya, yang menunjukkan keragaman perbuatan dan pelayanan Yesus pada masa hidupnya.

II. Perkembangan Kristologi Dalam Sejarah
A. Kristologi Sebelum Reformasi

1. Sampai Konsili Chalcedon
• Kepercayaan mula-mula. Dalam literatur Kristen mula-mula, Kristus disebutkan sebagai Allah dan manusia, Anak Manusia juga Anak Allah. Ia dipercaya sebagai yang tanpa dosa dan merupakan tujuan penyembahan yang paling benar. Kesulitan teologis dan filosofis dari kemanusiaan dan keilahian Kristus belum terasa sampai saat ini.
• Kaum Ebionit. Beberapa saat setelah itu terjadilah tekanan yang hebat dari monoteisme Yudaisme yang memberi banyak pengaruh kepada orang-orang Kristen mula-mula yang berlatar belakang Yahudi. Hal ini memicu lahirnya golongan “Ebionit” yang terpaksa menyangkal keilahian Kristus. Mereka menganggap-Nya sebagai manusia biasa, anak Yusuf dan Maria yang memperoleh kualitas-Nya setelah dibaptiskan menjadi Mesias oleh karena Roh Kudus turun ke atas-Nya.
• Kaum Alogi. Dalam gereja mula-mula muncul juga kelompok lain yang doktrinnya mirip dengan kaum Ebionit yakni kaum Alogi. Mereka menolak doktrin Yohanes tentang Logos yang dianggapnya bertentangan dengan seluruh PB. Mereka juga menganggap Yesus hanyalah manusia biasa, walaupun secara ajaib dilahirkan oleh seorang perawan dan mereka mengajarkan bahwa Kristus turun ke atas Yesus pada saat baptisan, menyebabkan Dia memiliki kekuatan supranatural. Tokoh utama ajaran semacam ini adalah Paulus dari Samosata.
• Kaum Gnostik. Secara historis, kalau ada golongan-golongan yang menekankan kemanusiaan Yesus saja, ada juga golongan-golongan yang menekankan keilahian-Nya saja. Gnostik salah satu di antaranya. Kaum Gnostik terpengaruh oleh konsep dualistik Yunani, di mana mereka menganggap bahwa materi adalah jahat dan merupakan lawan dari roh dan kedua hal ini tidak mungkin bersatu. Karenanya mereka menolak pengertian inkarnasi sebagai manifestasi Allah dalam bentuk yang dapat dilihat sebab inkarnasi mengharuskan kontak secara langsung antara materi dan roh. Harnack mengatakan bahwa sebagian besar dari mereka menganggap Kristus adalah Roh, yang secara substansi setara dengan Bapa. Menurut sebagian dari kelompok ini, Ia turun ke atas seorang manusia yang bernama Yesus pada saat baptisan, dan meninggalkan Dia lagi sebelum peristiwa penyaliban, sedangkan menurut sebagian yang lain, Yesus hanya memiliki tubuh semu.
Catatan : Kaum Anti-Gnostik dan Bapa-Bapa Gereja dari Alexandria berusaha mempertahankan keilahian Kristus, tetapi dalam usaha pembelaan ini mereka tidak sepenuhnya terlepas dari kesalahan. Tertullian misalnya menyebutkan bahwa Yesus lebih rendah dari Allah Bapa. Pernyataan Tertullian ini sebagai tangga penghubung bagi Arianisme (Arian).
• Arianisme (Arian). Arianisme (yang dipelopori oleh Arian) membedakan antar Kristus dan Logos yang dilihat sebagai pikiran ilahi. Kristus disebut sebagai ciptaan yang ada secara pratemporal (sebelum waktu), bersifat melebihi manusia, ciptaan pertama dan bukan Allah. Catatan: Athanasius menentang Arian dan dengan kuat mempertahankan pendapatnya bahwa Allah Putera setara secara substansi dan berasal dari esensi yang sama dengan Allah Bapa. Pendapat ini secara resmi diterima oleh Konsili Nicea tahun 321 yang dipelopori oleh Kaisar Konstantin. Pandangan Arianisme ini muncul lagi dalam zaman modern dalam kelompok Saksi Yehuwa.
• Menuju Konsili Chalcedon. Setelah keilahian Sang Putera ditetapkan dalam Konsili Nicea, timbullah persoalan baru yakni hubungan antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Pada saat ini muncullah berbagai pandangan seperti Apollinaris yang berpendapat bahwa Logos itulah roh Yesus, Theodore dari Mopsuestia dan Nestorius dari Konstantinopel yang mengatakan bahwa Logos itu hanya sekedar moral yang tinggal di dalam Yesus dan ini sama dan dinikmati oleh semua orang percaya, Cyrillius dari Alexandria maupun Eutycus yang mengatakan bahwa natur manusia Yesus diambil dari natur ilahi-Nya. Pandangan-pandangan ini menimbulkan perdebatan-perdebatan besar baik secara langsung maupun lewat surat-surat maupun buku-buku.
Pertikaian ini semakin memanas dengan diadakannya Konsili Efesus (tahun 431). Cyrillius dan para pengikutnya juga mengadakan suatu muktamar/sidang sinode dan mengutuk Nestorius. Sebagai reaksi, Nestorius pun menggelar suatu kontra- sinode yang menyerang kembali sinode Cyrillius. Persoalan-persoalan dan pertikaian-pertikaian ini memicu munculnya konsili besar di Chalcedon (tahun 451), suatu kota yang terletak di pantai timur Bosphorus, berhadapan denagn Konstantinopel. Konsili ini dikenal juga sebagai Konsili Oikumenis (KO) IV. (KO I adalah Nicea-Konstantinopel, KO II adalah Konsili Efesus, KO III adalah Sidang Sinode Cyrillius). Dalam KO IV ini terjadilah diskusi-diskusi yang panjang dan sulit yang berlangsung di gereja Yunani yang akhirnya mempertahankan kesatuan dalam pribadi Kristus dan dua natur yang ada dalam diri-Nya. (Cerita lengkap tentang ini dapat dibaca dalam buku : Pengantar Sejarah Dogma Kristen karangan Bernhard Lohse, hal.115-126).
2. Setelah Konsili Chalcedon
Setelah Konsili Chalcedon selesai, masalah belumlah selesai. Mulai muncul masalah masalah baru. Salah satu di antaranya adalah menyangkut kepribadian Kristus.
• Leontius berpendapat bahwa natur manusia Kristus bukanlah berpribadi (impersonal) melainkan berada dalam pribadi (inpersonal).
• Yohanis dari damascus mengatakan bahwa terdapat hubungan yang terus menerus antara natur ilahi dan natur manusia Yesus. Ia cenderung merendahkan natur manusia Yesus sampai sekedar menjadi organ/alat bagi Logos dan yakin bahwa pribadi yang satu itu bertindak dan berkehendak dalam setiap natur walaupun kehendak manusiawi-Nya selalu berada di bawah kehendak ilahi.
• Bishop Felix dari Urgella mengemukakan doktrin “Adopsianisme” yang berpandangan bahwa Kristus dalam sisi manusia-Nya sebagai seorang Anak Allah semata-mata karena adopsi. Ia berusaha mempertahankan kesatuan pribadi Kristus dengan cara menekankan kenyataan bahwa sejak masa Yesus dikandung, Anak Manusia itu disatukan dengan pribadi Anak Allah. Pengadopsian ini dimulai ketika dibaptis dan disempurnakan dalam kebangkitan-Nya.
Catatan : Pendapat semacam ini ditolak dalam Sinode Frankfort tahun 794.
• Abad Pertengahan hanya memberikan sedikit sumbangsih kepada doktrin pribadi Kristus. Yang paling menonjol adalah Thomas Aquinas yang berpandangan bahwa pribadi logos menjadi komposit (gabungan) dalam inkarnasi. Yesus tidak memiliki 2 pribadi melainkan 1 pribadi. Dalam 1 pribadi itu terdapat 2 tabiat, ilahi dan insani. Secara umum pandangan Aqunias ini dipegang oleh kebanyakan teolog setelah itu.
B. Kristologi Setelah Reformasi
1. Sampai abad 19
Reformasi tidak membuat perubahan besar dalam doktrin pribadi Kristus. Baik gereja Roma Katholik dan gereja-gereja Reformasi (Protestan) menerima doktrin Kristus sebagaimana dikemukakan dalam konsili Chalcedon. Perbedaan-perbedaan antara kedua gereja ini terletak pada masalah lain.

Luther dan teolog-teolog Lutheran
Doktrin Luther akan kehadiran fisik Kristus dalam Perjamuan Kudus mengatakan bahwa setiap natur Kristus mengalirkan natur yang lain dan kemanusiaan-Nya mengambil bagian dalam dalam atribut-atribut Ilahi-Nya. Mereka berpegang bahwa sifat mahakuasa, mahatahu dan mahahadir diberikan pada natur manusia pada saat inkarnasi. Doktrin semacam ini mengakibatkan perbedaan pendapat di antara teolog Lutheran :
• Sebagian berpendapat bahwa Kristus menyingkirkan sifat-sifat Ilahi-Nya yang Ia terima pada saat inkarnasi, atau hanya memakai sifat-sifat itu pada waktu tertentu.
• Sebagian yang lain berpendapat bahwa Ia tetap memiliki sifat-sifat itu sepanjang masa kehidupan-Nya di dunia, akan tetapi hanya memakainya secara diam-diam.
Catatan : Sebagian teolog Lutheran cenderung untuk menyingkirkan doktrin ini.
Calvin dan teolog-teolog Reformed
Teolog-teolog Reformed melihat adanya pendapat Eutychianisme atau campuran kedua natur Kristus dalam doktrin Lutheran. Teolog Reformed mengajarkan bahwa setelah inkarnasi, segala sifat dan karakteristik dari kedua natur dapat ditunjukkan pada satu pribadi Kristus. Pribadi Kristus dapat disebut mahatahu, akan tetapi juga memiliki pengetahuan yang terbatas; dapat dianggap sebagai mahahadir, tetapi juga terbatas pada suatu waktu tertentu dalam sebuah tempat.
Pengakuan Helvetic II Pasal XI : “Kami mengakui bahwa di dalam Yesus yang satu dan yang sama, Tuhan kita memiliki dua natur, ilahi dan manusiawi; dan kami berkata bahwa keduanya saling berhubungan atau disatukan, sehingga keduanya tidak saling bercampur, saling membaur, tetapi terikat dan dipersatukan dalam satu pribadi (masing-masing sifat dan ciri khas dari tiap natur itu tetap aman dan tetap ada), sehingga sesungguhnya kita menyembah satu Kristus Tuhan kita, dan bukan dua….Jadi kita tidak berpendapat atau mengajarkan bahwa natur ilahi Kristus mengalami penderitaan, atau bahwa Kristus menurut natur manusiawi-Nya sekalipun ada di dunia juga ada di segala tempat.
John Calvin : “karena bahkan ketika Firman dalam hakikat-Nya yan terbatas, bersatu dengan hakikat manusia dalam satu pribadi, kami tidak membayangkan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga. Ia mau dikandung dalam kandungan perawan, berjalan-jalan di bumi dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara terus menerus memenuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan sejak semula.” (Institutes of Christian Religion, Book.II, Chapter XIII, No.4).
Catatan : Pandangan semacam inilah yang banyak dipegang para teolog Injili sampai masa kini.

2. Di abad 19
Pada awal abad 19 terjadi perubahan besar dalam studi tentang Kristus yang dikenal dengan “Masa Kristologi Kedua” yang dipelopori oleh Friedrich Schleiermacher. Pada masa ini Kristologi telah berubah dari sifat teosentrisnya (berpusat pada Allah) menjadi sifat antroposentris (berpusat pada manusia) karena anggapan bahwa hal yang lebih baik dapat dicapai dengan cara memulainya lebih dekat dengan manusia, yaitu dengan cara mempelajari Yesus yang historis atau yang lebih dikenal dengan istilah “Yesus Historis” atau “”Yesus Sejarah”. Sudut pandang semacam ini mengakibatkan hancurnya iman gereja.
Teologi ini menolak semua kata Alkitab dengan berkata : “Itu kan kata Alkitab” . Didukung oleh semangat rasionalisme, gerakan ini akhirnya meragukan nilai “Yesus Sejarah” yang disebut Alkitab. Gerakan inilah yang memunculkan teologi Liberal dengan “Kritik Historis”nya atas Alkitab. Tokoh-tokohnya yang terkenal selain Schleiermacher adalah Strauss, Albert Schweitzer, dan Rudolf Bultman yang terkenal dengan ‘demitologisasi’nya pada pertengahan abad 20.
Seorang murid Bultman yang bernama Ernst Kasemann merintis penyelidikan baru yang memuncak dalam apa yang terkenal di Amerika Serikat sebagai “Jesus Seminar”. (1985) yang diliput media massa, koran-koran, majalah dan TV sehingga dalam waktu singkat menjadi terkenal di seluruh Amerika dan menggemparkan sama seperti Midwest Today edisi Maret 1994 yang mengatakan :
“Ketika 77 ahli Alkitab menuntut bahwa 80% dari yang dianggap ucapan yesus dalam Alkitab sebenarnya tidak diucapkan Yesus, kepanikan menyebar”
Majalah Time edisi 8 April 1996 di bawah judul “The Gospel Truth” mengatakan :
“Yesus Seminar yang provokatif mengemukakan bahwa tidak banyak bagian PB dapat dipercaya. Bila demikian, apa yang dipercaya orang Kristen?”
Banyak teolog demikian yang menyebutkan Yesus sebagai pemimpin dan pemberontak Yahudi yang gagal :
• H.S. Reimarus : Yesus adalah tokoh harapan eskatologis, mujizatnya harus dijelaskan sebagai gejala alam, ia mati dalam kegagalan dan mayatnya dicuri oleh murid-muridnya.
• J.E. Renan : Kehidupan yesus adalah sebagai manusia biasa, yang mengajarkan ‘kasih’, mengumpulkan pengikut, bentrok dengan para Rabi Yahudi dan kemudian memberontak dan mati syahid.
• Alberth Schweitzer : Sebenarnya eskatologisme Yesus ditujukan pada kedatangan Kerajaan Allah yang karena tidak datang-datang juga, akhirnya ia menjadikan dirinya sendiri menjadi tokoh eskatologi dan ini harus dibayar dengan nyawanya. Yesus mati dalam kegagalan.
F.C. Baur : Sejarah PB sebagai pertentangan kelompok Petrus sebagaia partai Kristen Yahudi dan kelompok partai moderat pimpinan Paulus.
• John Dominic Crossan : Yesus adalah pengajar, pengelana yang mengumpulkan murid-murid dan mencoba melakukan pembaharuan sosial. Yesus kemudian mati disalib dan mayatnya dimakan anjing.
• Barbara Thiering : Yesus menikah dengan Maria Magdalena kemudian mempunyai 3 anak, cerai dan kawin lagi”
Beberapa kesimpulan “Jesus Seminar” adalah :
• Yesus tidak pernah menuntut dirinya sebagai Mesias dan tidak bernubuat tentang akhir zaman.
• Yesus mungkin makan bersama murid-muridnya dalam perjamuan malam, tetapi ucapan Yesus pada malam itu kemungkinan rekaan para murid.
• Doa “Bapa Kami” kemungkinan disusun oleh pengikut Yesus setelah kematiannya.


BEBERAPA GELAR KRISTOLOGIS YANG DIKENAKAN PADA YESUS
a. Yesus adalah Anak Allah (HUIOS THEOS) atau PUTRA ELOHIM
Nama Yesus — bentuk Yunani dari nama Ibrani Yehosyua — berarti “TUHAN menolong, yaitu menolong umatNya”. Para penulis PB benar-benar menyadari arti ini (Mat. 1:21). Yesus adalah nama pribadi Juruselamat. Gelar Anak Allah yang dikenakan kepada Yesus mengungkapkan kedudukan dan hubunganNya dengan Allah. Di dalam alam pemikiran Yahudi-Palestina, gelar ‘anak Allah’ dapat mengacu kepada, dengan urutan yang makin meningkat, setiap orang dari antara anak-anak Israel; atau khususnya kepada mesias rajani atau oknum sorgawi. Dengan kata lain, gelar ‘anak Allah’ senantiasa dipahami sebagai kiasan di banyak lingkungan Yahudi Di dalam tulisan-tulisan Yahudi, pemakaian gelar ini tidak pernah diartikan bahwa orang yang menyandangnya mengambil bagian di dalam kodrat ilahi. Penerapan mula-mula gelar Anak Allah kepada Yesus dikaitkan dengan dua faktor hidup-Nya sebagai kharismatis pembuat mujizat dan pengusir setan, dan kesadaran-Nya bahwa Ia berada dalam suatu hubungan yang khusus dengan Allah, Bapa SorgawiNya. Yesus sendiri pasti tahu hubunganNya yang khas dengan Allah, yang dalam doa-Nya disapa begitu akrab sebagai Abba (Mrk 14:36) Dengan latar belakang inilah patut kita pahami bila Yesus memakai istilah “Anak” untuk menyatakan hubunganNya dengan Allah sebagai Bapa (Mat. 11:27; Luk 10:22).
Hubungan Yesus dengan BapaNya adalah hubungan yang istimewa sebab melebihi hubungan antara orang tua dengan anaknya atau melebihi hubungan Allah dengan seorang nabi dan melebihi hubungan antara Allah dengan orang-orang beriman sebab Yesus adalah Anak Allah yang tunggal (Yoh 1:14, 18; 3:16,18), Anak yang dikasihi (Mrk 1:11; 9:7) Bagi orang Yahudi gelar Anak Allah pada Yesus hakekatnya menyinggung perasaan karena Yesus menyamakan diriNya dengan Allah, tetapi justru itulah yang dimaksud dengan gelar Anak Allah bahwa sepatutnyalah Yesus Kristus diberi hormat yang sama besarnya dengan Allah Bapa (Yoh 5:23)11. Kenyataan menunjukkan bahwa Yesus sangat berhati-hati mengungkapkan hubungan-Nya yang khas dengan Allah, namun jelas para penguasa Yahudi mendakwa Dia membuat pernyataan demikian (Mrk 14:6; Luk 22:70)12.
Gelar “Anak Allah” bagi Yesus sangat kuat oleh karena bukti internal dari Alkitab sendiri sangat banyak, diantaranya:
- Laporan Alkitab, khususnya Injil Yohanes yang menyatakan mengenai kesatuan Anak dan Bapa (Yoh: 5:19, 4:34, 6:38, 7:28, 8:42), sebagai kesatuan yang menjelaskan ke-Allahan Yesus Kristus.
- Injil Yohanes juga menyatakan mengenai gelar “Anak Allah” dalam hubungan misi Anak adalah Misi Bapa. Misi keselamatan Yesus adalah meliputi kematian-Nya (Yohanes 12:23-24). Tuhan Yesus sendiri menyadari sepenuhnya mengenai tujuan misiNya, yaitu kematianNya (Yoh 2:4, 12:23, 27, 13:1, 17:1). Gembala yang baik menyerahkan nyawanya bagi dombaNya (10:11,15). Anak itu telah diutus oleh Bapa, Ia menaati perintah-perintah Bapa (15:10), Ia tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri (Yoh 5:19-20), perkataanNya adalah perkataan Bapa (Yohanes 14:10; 17:8).
- Adanya bukti peristiwa dan penyataan Allah sendiri (Heavenly saying): ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNya Aku berkenan” (Mrk 11:11, 9:7); Penyataan Allah melalui penyataan Petrus (Mat 16:16).
- Pengakuan orang: Yohanes Pembaptis (Yoh 1:34), Natanael (Yoh 1:49), Marta (Yoh 11:27), semuanya mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah.
- Pengakuan orang kafir (Mrk 15:39), orang Yahudi menuduh Yesus yang mengklaim diri sebagai Anak Allah (19:7, bdg 5:17) bahkan ucapan roh jahat (Mrk 5:7).
- Perbuatan Tuhan Yesus menerangkan mengenai diriNya sebagai Anak (10:37, bdg 11:4) dan Yesus sendiri menerima gelar “Anak Allah” tersebut bagi diriNya (10:36) dengan kesadaranNya yang penuh bahwa Ia adalah Allah.
- Anak memiliki kuasa yang sama dengan Bapa, yaitu memberikan hidup (5:21). Bapa memiliki hidup dari diriNya sendiri, demikian juga Ia telah memberikan kepada Anak untuk memiliki hidup di dalam diriNya sendiri (5:26). Itulah sebabnya Yesus memberikan hidup yang kekal (3:35, 6:40,47, 10:10, 17:2); Ia pun berkata “Akulah kebangkitan dan hidup” (11:25).
Keunikan Yesus sebagai Anak Allah dijelaskan oleh Yohanes dengan ungkapan “Anak yang tunggal atau monogenes” (Yoh 1:14, 18, 3:16,18). Hal ini merupakan keunikan mengenai gelar Anak bagi Yesus. Dia secara hakiki adalah Anak yang lebih dari seorang yang kuasanya diberikan untuk menjadi Anak Allah (Yoh 1:12, 12:36). Gelar Anak Allah bukanlah gelar yang diberikan, atau bukan karena adopsi tetapi menghakikat dalam diriNya. Gelar ini menyatakan ke-Allah-anNya yang mutlak.
Kamus Alkitab TB- Israel disebut anak Allah atau anak sulung Allah (Kej 4:22-23; Hos 11:1). Demikian juga raja Israel, keturunan Daud (2 Sam 7:14; Mzm 2:7). Tetapi kemudian terutama gelar untuk Yesus Kristus yang menyatakan bahwa Ia berasal dari Allah dan melakukan kehendak Bapa-Nya, sehingga Ia adalah orang kesayangan Allah.
BIS- Dahulu kala seluruh bangsa Israel digelar "Anak Allah" (Kel 4:22), begitu juga raja Israel keturunan Daud (2 Sam 7:14; Mzm 2:7), karena ia memerintah sebagai wakil Allah. Tetapi kemudian gelar ini diberikan terutama sekali kepada Raja yang dijanjikan oleh Allah; Ialah raja yang diharapkan datang pada akhir zaman. Dalam kitab Roma 1:3-4 yang dimaksud dengan Anak Allah ialah Yesus, karena Yesus hidup kembali dari kematian dan karena sejak Paskah, Yesus memerintah bersama-sama dengan Allah. Dalam Markus 1:9-11, pada waktu Yesus dibaptis, Ia diakui sebagai Anak Allah, ketika suara dari surga mengatakan kepada-Nya, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi." Kata-kata itu sesuai dengan kata-kata dalam Mazmur 2:7. Matius 1:18 dan Lukas 1:35 menyatakan bahwa Yesus berada dalam kandungan Maria, seorang perawan, karena kuasa Roh Allah.
b. Yesus adalah Anak Manusia (HUIOS ANTHROPOS)
Gelar “Anak Allah” khususnya dalam tulisan Yohanes adalah dipakai secara bersinonim dengan sebutan Anak Manusia. Gelar tersebut berlatarbelakang PL, dimana istilah “be adam” (Ibrani), atau “bar ‘nasha” berarti manusia (Mzm 2:4, Yeh 2:1, 3:1). Itu bisa berarti sebagai manusia yang diutus sebagai seorang utusan Allah setelah mendapat visi dari Allah. Paralel yang paling dekat dalam pemakaian PB ialah dari (Daniel 7:13-14) yang menggambarkan mengenai “seperti seorang anak manusia” datang dengan awan-awan dari langit. Dia adalah figur surgawi dan wakil Allah. Dan abad pertama, istilah Anak Manusia digunakan sebagai satu gelar bagi Mesias (Ez.13 ; Yoh 12:32,34).
Dalam Injil Sinoptik, gelar “Anak Manusia” adalah satu ucapan yang hanya dipakai oleh Yesus sendiri. Para murid tidak pernah memakai gelar ini untuk menyebut Tuhan Yesus. Sebutan Anak Manusia oleh Yesus sendiri berbeda dengan sebutan-sebutan lain yang diberikan oleh murid-muridNya kepadaNya setelah kebangkitan. Istilah “Anak Manusia” dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menghindarkan persepsi yang keliru tentang istilah Anak Allah yang lebih banyak muatan MesianisNya. Karena, Yesus sendiri mengerti diriNya sendiri sebagai Allah. Maka itu, penolakanNya terhadap penggunaan Mesias bagi diriNya ialah bukan berarti Ia tidak menyadari bahwa diriNya adalah Mesias. Yesus lebih interes dengan menggunakan gelar “Anak Manusia” daripada Mesias, karena gelar Mesias telah dimengerti secara politis, telah didistorsikan dengan pengharapan mesianis Yahudi yang kental dengan muatan politis.
Dalam Injil Sinoptik, gelar Anak Manusia terbagi dalam 3 kelompok yaitu: Anak manusia dalam pelayanan di dunia, Anak manusia dalam kehinaan dan kematian, Anak manusia datang dalam kemuliaan apokaliptis untuk menghakimi manusia dan mentahbiskan Kerajaan Allah. Inilah keunikan Yesus karena gelar “Anak Manusia” dikaitkan dengan tugas prerogatif Allah, yaitu mengampuni dosa (Mrk 2:10), Anak Manusia yang menderita (Mrk 14:16), Anak Manusia mempunyai kuasa untuk menghakimi (Yoh 5:27).
Yohanes mencatat bahwa ada 13 kali Yesus menyebut diriNya “Anak Manusia” Yohanes berbicara tentang Yesus yg ditinggikan dari dunia dan di dalamnya melihat kemuliaan Yesus. Sebagaimana ular ditinggikan… demikian juga Anak Manusia (3:14-15, 8:28). Namun peninggian atau pemuliaan Anak Manusia adalah dengan jalan kematianNya (kontras dengan pikiran orang Yahudi). Peninggian dalam kematianNya itu berarti menarik semua orang datang kepadaNya (12:32). Peninggian ini juga adalah pemuliaanNya (12:23, 13:31). Anak Manusia menurut Yohanes adalah Anak manusia yang memiliki otoritas ilahi, karena Allah telah menyerahkan kepadaNya semua kuasa untuk menjalankan hukuman (Yoh 5:27). Dia adalah Hakim di Akhir Zaman. Anak Manusia turun dari Surga dan yang naik ke Surga (Yoh 3:13), engkau akan melihat langit terbuka dan malaika-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (Yoh 1:51). Ungkapan ini mengingatkan akan penglihatan Yakub (kej 29:10-15), dan dalam konteks pemikiran Yohanes bahwa Yesus sebagai Anak Manusia yang telah datang untuk mengembangkan komunikasi antara surga dan bumi. Jadi Anak Manusia adalah gerbang surga. Dialah yang membawa hal-hal surgawi kepada manusia di dunia. Dan Dialah satu-satunya yang naik ke Surga (Yoh 3:13)
c. Yesus sebagai “ANAK DOMBA ALLAH”

GELAR ‘ANAK DOMBA ALLAH’ BAGI YESUS memperlihatkan bahwa Kematian Yesus bukanlah kematian “martir” yang bermakna “mati demi mempertahankan kebenaran dan bertahan terhadap pemaksaan dari musuh-musuh Tuhan hingga akhir hayatnya”. Seseorang bisa saja menjadi martir “sebagai tanda cinta kepada Tuhan dan kebenaranNya”, sehingga ia dibunuh dalam kemartiran dimana Tuhanlah yang menjadi pusat pembaktiannya. Namun kematian Yesus adalah KEMATIAN-KURBAN, dimana seseorang merelakan jiwanya sendiri untuk dikorbankan (masih bisa dihindari, tetapi ia merelakan) demi kasih yang begitu besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang yang dikasihinya. Inilah sebuah kematian “tukar-guling” yang merupakan “win-win solution” (semua pihak diuntungkan) demi menebus kematian para kekasihnya. Kematian Yesus, total berlandaskan kasih, dan tidak diselewengkan dengan dalil-dalil manusia yang melekatkan kebencian dan dendam atas nama Tuhan atau perjuangan.
d. Yesus adalah Mesias
Dalam Injil Yohanes, pola penggunaan gelar itu sama dengan pola dalam Injil-injil lainnya. Kitab-kitab Injil menceritakan kegiatan manusia Yesus, dan bentuk gabungan Yesus Kristus hanya muncul dua kali bila totalitas makna Yesus dilihat dari sudut pandang sesudah kebangkitan. Walaupun istilah "Tuhan" berulang kali dipakai untuk menyapa Yesus, tapi dalam cerita jarang digunakan untuk memaksudkan Yesus sampai sesudah kebangkitan, yang menetapkan kedudukan Yesus yang baru. Tapi penting diperhatikan bahwa Yesus sendiri menunjukkan kedudukan-Nya sebagai "Tuhan" yang memberi perintah kepada hamba-hamba-Nya, walaupun murid-murid-Nya Dia pandang lebih sebagai sahabat-Nya ketimbang hamba-Nya.
Satu dari sekian masalah pokok dalam Injil Yohanes ialah apakah Yesus memang "Mesias" yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi dan orang Samaria; tujuan Injil Yohanes ialah membimbing orang mempercayai hal ini. Kendati gelar "Mesias" jarang digunakan dalam Injil-injil lain, tapi dalam Injil Yohanes Yesus diakui "Mesias". Tapi sangat menarik perhatian bahwa Yesus sendiri tidak pernah mengucapkan kata itu. Acuan-acuan lain yang bersifat setengah gelar yang digunakan dalam Injil Yohanes ialah "Yang (akan datang)", "Yang Kudus dari Allah", "Juruselamat", "Anak Domba Allah", "Nabi", dan "Raja Israel".