Bersekutu, Berkarya dan Bersaksi...

Kedudukan Sidi Gereja Diantara Sakramen Baptisan Kudus Dan Perjamuan Kudus

Pengantar
Keyakinan saya pada kurangnya pengetahuan warga gereja terhadap upacara sidi gereja yang dilakukan oleh gereja semakin kuat, ketika saya berdiskusi dengan beberapa mahasiswa teologi, siswa-siswi katekhetsasi yang pernah saya ajar, dan bahkan warga gereja yang telah mengikuti sidi itu sendiri. Apa yang saudara ketahaui tantang sidi, dan kenapa saudara mengikuti sidi? Mereka dengan lembut mengatakan tidak tahu, itu peraturan gereja dan kami hanya mengikutinya, tanpa pernah dijelaskan maksud dan tujuannya. Tulisan saya ini, sengaja saya buat, paling tidak untuk memberi sedikit jawaban terhadap kegelisahan dan ketidaktahuan itu sehingga kita benar-benar memahami yang kita imani. Lewat tulisan ini, saya mencoba mengulasnya dalam beberapa poin, yaitu perkembangan praktek sidi dalam sejarah, pengertian, dan praktek sidi itu sendiri.
Sidi dalam Sejarah
Peneguhan sidi merupakan suatu upaya transformasi gereja reformasi terhadap ajaran gereja Roma Katolik tentang sakramen Konfirmasi. Dalam gereja Katolik Roma sendiri, sakramen konfirmasi merupakan sakramen pemberian Roh Kudus, dan sekaligus didalamnya kasih karunia ditambah dan disempurnakan, sehingga membuatnya terpisah dengan sakramen baptisan kudus. Sakramen konfirmasi dalam gereja Roma Katolik dilayankan dalam rangka komuni pertama.
Dalam perkembangannya, para reformator gereja menolak bahwa konfirmasi merupakan sakramen yang terpisah dari sakamen baptisan. Calvin misalnya, menolak konfirmasi dalam gereja Roma Katolik sebagai suatu sakramen (Institutio IV.XIX). gereja Reformasi, mengadopsinya tetapi memberi nilai yang baru, bukan lagi sebagai sakramen, namun menggantikannya dengan suatu upacara yang khusut penuh hikmat, terhadap seorang yang akan mengikuti perjamuan pertama.
Abad ke-13 konfirmasi dijadikan sebagai suatu upacara tersendiri seperti yang masih kita kenal hingga sekarang ini, dan untuk pertama kalinya, sidi/konfirmasi dalam Gereja Reformasi, dilakukan atau diberi bentuk yang konkrit oleh seorang yang bernama Martin Bucer (1491-1551). Disusunlah berbagai ketentuan yang berkaitan dengan peneguhan sidi. Misalkan penetapan usia, bagi mereka yang akan ikut dalam peneguhan sidi yaitu umur 7-12 tahun.
Pengertian Sidi
Lasimnya, gereja-gereja di Indonesia yang berlatar belakang Belanda, menggunakan istilah peneguhan sidi atau naik sidi. Tetapi bagi gereja-gereja yang berlatar belakang Jerman menggunakan istilah konfirmasi yang berasal dari kata Latin Corfirmatio (Ingg: confirmation, Jerman: Konfirmation) yang berarti peneguhan atau penguatan.
Banyak orang memahami sidi sebagai suatu upacara pengampunan dosa, atau pengakuan dosa. Yang sebenarnya sidi merupakan upacara pengakuan iman secara pribadi dan sekaligus diteguhkan menjadi anggota gereja. Pertanyaannya, bukankankah sakramen Baptisan yang telah dilewati merupakan upacara pengakuan iman? Ini benar, tetapi perlu diingat bahwa pada saat kita dibaptis, iman kita diwakilkan oleh orang tua dan orang tua baptis. Berdasarkan pengakuan itulah secara terbuka seseorang telah menjadi anggota gereja dan menaklukan diri kepada disiplin gereja. Dengan kata lain, sidi merupakan upacara penerimaan sebagai anggota jemaat secara penuh, memiliki hak memilih dan dipilih. Sejak seseorang mengalami peneguhan sidi, ia bertanggunggungjawab sendiri atas imannya, boleh mengikuti perjamuan kudus, ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam jemaat.
Praktek Sidi dalam Gereja
Sidi seperti telah dijelaskan diatas, dilakukan mengawali perjamuan pertama, dan karena itu prinsip mendasar yang harus diingat, bahwa yang boleh ikut upacara sidi, adalah seseorang yang dianggap dewasa yang dapat mengerti tentang imannya sendiri. Menjadi sangat penting juga, untuk ada dalam upacara sidi itu sendiri, seseorang perlu untuk diajarkan tentang pokok-pokok ajaran dan iman Kristen sehingga ia tidak sekedar mengimani tetapi sekaligus ia memahami apa yang ia imani. Proses-proses pengajaran itu yang disebut katekhetsasi, sebagai media pendidikan yang disediakan oleh gereja sebagai lembaga pendidikan formal yang mendidik para warganya untuk memahami ajaran-ajaran gereja itu sendiri.
Gereja sebagai lembaga, merumuskan kurikulum yang dapat menjawab proses-proses pengajaran didalam katekhetsasi. Merumuskan uraian materi tentang pokok-pokok ajaran gereja, menetapkan tujuan yang hendak dicapai paska katekhetsasi, merumuskan evaluasi belajar dan selanjutnya masuk dam upacara sidi.
Berdasarkan uraian tentang pengertian sidi di atas, maka sesunguhnya praktek sidi bagi seseorang yang yang terlahir sebagai seorang protestan, berbeda dengan praktek sidi bagi mereka yang berpindah menjadi seorang Kristen atau protestan. Pertimbangannya adalah seseorang yang masuk dalam komunitas kristan atau protestan ia terlebih dahulu mengaku imannya, baru kemudia ia dibaptis, dimetraikan menjadi anggota dan pewaris kerajaan Allah.
------------------
Referensi
Abineno, J.L.Ch., Johanes Calvin, Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan jabatan Gerejawi, 1997, Jakarta BPK Gunung Mulia.
Calvin Johanes, Institution Pengajaran Iman Kristen, 2003, Jakarta BPK Gunung Mulia.
Danlenburg, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen, Jakarta BPK Gunung Mulia.
De Jonge Ch, Apa Itu Calvinisme, 2003, Jakarta BPK Gunung Mulia
Enklaar, I.H., 2003, Pembaptisan Masal dan Pemisahan Sakramen, Jakarta BPK Gunung Mulia