Bersekutu, Berkarya dan Bersaksi...

Refleksi HUT Anak 1 Tahun

Bacaan Alkitab : Ratapan 3:22-25
Oleh : Maria Hukubun, S.Si

Kasih-Nya seperti sungai, Kasih-Nya seperti sungai…
Itulah penggalan syair lagu yang sering kita dengar dan nyanyikan. Lagu yang mengungkapkan kasih dan kemurahan TUHAN yang luar biasa dan tak pernah berhenti di hidup ini. Demikian juga yang dikatakan oleh penulis kitab Ratapan dalam teks saat ini.
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, Tak Habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi.
Kasih itulah yang kita rasakan dan kasih itulah yang telah mengantar anak terkasih sampai hari ini. 1 tahun perjalanan boleh dijalani, tentu tidak terlepas dari peran orang tua, Papa dan Mama dalam proses pembimbingan, pemeliharaan bahkan cinta dan kasih sayang yang selalu diberikan dan itu menjadi kekuatan bagi anak terkasih dalam pertumbuhannya. Karena keluarga adalah basis pendidikan, dengan demikian, nilai-nilai moral, rohani mesti ditanamkan sejak dini. Bagaimanapun kesulitan yang dihadapi orang tua dalam mendidik anak, tentunya hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk membiarkan anak berjalan sendiri mencari jati dirinya. Pendidikan dari orang tua yang tekun dan penuh kasih disertai doa yang sungguh untuk perkembangan dan pertumbuhan anak …. sangat diperlukan. Anak … menjadi baik tergantung upaya Papa-Mama dalam menanamkan nilai-nilai yang sesuai dengan iman Kristiani. Dan tetap mengundang TUHAN hadir dalam kehidupan keluarga, supaya dari keluarga ini lahir anak yang takut TUHAN. Bagian firman TUHAN ini, menyadarkan kita kembali untuk tetap melihat kasih dan kemurahan TUHAN yang luar biasa di hidup ini. Semoga ungkapan syukur dan terima kasih kita di saat ini. Selamat Ulang Tahun, Tuhan Yesus sayang selalu,Amin
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Lagu Pujian

1. SATU HAL YANG KU RINDU
Satu hal yang kurindu, berdiam didalam rumah-Mu
Satu hal yang kupinta menikmati bait-Mu tuhan
Lebih baik satu hari di pelataran-Mu
Dari pada sribu hari di tempat lain
Memuji-Mu menyembah-Mu Kau Allah yang hidup
Dan menikmati s’mua kemurahan-Mu
2. BAGAIKAN BEJANA
Bagaikan bejana siap dibentuk
Demikian hidupku ditangan-Mu
Dengan urapan kuasa roh-Mu, ku dibaharui selalu
Jadikan ku alat dalam rumah-Mu
Inilah hidupku ditangnMu
Bentuklah sturut kehendak-Mu
Pakailah sesuai rencana-Mu
Kumau sperti-Mu Yesus, di sempurnakan slalu
Dalam segnap jalanku, memuliakan nama-Mu
3. SEKARANG B’RI SYUKUR
Sekarang b’ri syukur,besarkan nama Tuhan
Pemimpin hidup mu,yang mendengar seruan
Yang oleh anaknya,memb’ri anugerah
Dan tak terbilang pun mujisat berkatnya
4. PERSEMBAHAN HATI
Bilang pada ku hari ‘ni, barang yang patut ku b’ri,
Hati berdosa begini, boleh kah Tuhan tragli
Meski dosa ku pun banyak,,Tuhan sucikan bersih
Hati yang engkau hai anak, hendak membawa dan b’ri
Hati yang engkau hai anak, hendak membawa dan b’ri
5. KU UTUS KAU
Ku utus kau mengabdi tanpa pamrih
Berkarya t’rus dengan hati teguh
Meski dihina dan menanggung duka
Ku utus kau mengabdi bagi ku
Ku utus kau tinggalkan ambisi mu
Padamkanlah segala ambisi mu
Namun berkaryalah dengan sesama
Ku utus kau bersatulah teguh
Kuutus kau mencari sesama mu
Yang hatinya tegar terbelenggu
Tuk menyelami karya di kalvari
Ku utus kau mengiring langkah ku
Coda : Kar’na bapa mengutus ku,ku utus kau
6. BAWA PERSEMBAHAN MU
Bawa persembahan mu dalam rumah Tuhan
Dengan relah hati mu janganlah jemu
Bawa persembahan mu,bawa dengan suka
Reef : Bawa persembahan mu,tanda suka cita mu
Bawa persembahan mu,ucaplah syukur
Persembahkan diri mu untuk Tuhan pakai
Agar kerajaanNya makin nyatalah
Damai dan sejahtera diberikan Tuhan
Reef :
7. JANGAN LELAH BEKERJA DILADANGNYA TUHAN
Jangan lelah bekerja diladangnya Tuhan
Roh kudus yang bri kekuatan,yang mengajar dan menopang
Tiada lelah bekerja bersama mu Tuhan,yang selalu mencukupka….a….a..an, akan segalanya
Reef : ratakan tanah bergelombang,
Timbunlah tanah yang berlubang
Menjadi siap di bangun
Di atas dasar Iman.(2x)
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Contoh Liturgi

LITURGI IBADAH PERSEKUTUAN GIAFIDRISA
Rabu, 07- Juli- 2010
TEMA: MAZMUR KU – PUJIAN KU

I. MENGHADAP TUHAN (Berdiri )
• Pujian: Satu hal yg kurindu
• Doa pembukaan: Mazmur 84:2-11a
• Pujian: Bagaikan bejana (Duduk )
II. MAZMUR PUJI-PUJIAN
• Mazmur 118: 1-4
• Pujian: Ny Roh 16:1 Sekarang B’ri syukur
III. GIAFIDRISA MENGAKU DOSA
• Mazmur 51: 3-12
• Pujian: DSL 32:1 Bilang padaku hari’ ni
Iv. PELAYANAN FIRMAN
• Doa: Mazmur 119: 33-40
• PA : Mazmur 73:1-28
• Pujian: PKJ. 182 : 1,2,4,5 Ku utus kau
v. PERSEMBAHAN SYUKUR
• Mazmur 128: 1,2.
• Pujian: PKJ.146: 1 dst Bawa persembahanmu
VI. DOA SYUKUR (Mazmur 139: 1-24)
VII. PENGUTUSAN DAN BERKAT (Berdiri)
PENGUTUSAN:
GIAFIDRISA berada dalam kapal yang satu dan sama GIAFIDRISA harus berlayar bersama-sama, karena GIAFIDRISA adalah saudara, yang menuju tujuan akhir yang sama. Matahari menari gembira di langit, ikan-ikan pun berenang riang di laut menyambut persekutuan yang indah dan manis. GIAFIDRISA bersekutu dalam 1 kapal tanpa membedakan satu dengan yang lain, karena kita semua adalah sama. GIAFIDRISA tetap saudara dalam lautan semesta, dibawah matahari yg sama, dihembusi angin yg sama pula. Dan GIAFIDRISA bersatu tekad untuk tetap berjuang bersama-sama, karena ada 1 Nahkoda yg sanggup membawa kita menuju tempat Perlabuhan yg sejati !!!!
BERKAT:
• Mazmur: 41: 13-14. Mzm 21;5-8
• Pujian: Jangan lelah bekerja di ladangnya Tuhan

GB – GIAFIDRISA
“By.T73110X”
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Mengapa Perlu Ibadah/Liturgi Yang Kreatif ?

Ibadah yang kreatif seharusnya menjadi karya yang berkualitas, yang terbaik kita berikan kepada Allah dan membangun kita sebagai umat-Nya. Ibadah yang kreatif adalah ibadah yang Utuh, memiliki struktur liturgy yang utuh yaitu: Komunikasi antara Allah dan manusia (dialogis: Anabatis-Katabatis) Anabatis : Allah menawarkan kasih kepada manusia, Katabatis : Tanggapan manusia atas karya Allah, Pengenangan sebagai perayaan kehadiran karya keselamatan Allah di dalam Kristus (anamnesis) Seruan permohonan bagi turunnya Roh Kudus (eplikesis) Menghadirkan kehadiran Kristus yang dilambangkan dalam ruang, benda dan aktivitas ibadah (simbolis) Kontekstual, berkarya sesuai dengan situasi dan kondisi untuk lebih membangun umat. Sesuai tahun liturgi, sejalan dengan siklus perayaan liturgi setiap tahunnya dari masa adven – natal – epifania – pra paskah – paskah – kenaikan Tuhan Yesus – Pentakosta – minggu biasa Siklus tahun liturgi telah dibuat gereja dengan menggunakan sistem yang telah ada dalam budaya masyarakat yakni sistem bulan dan matahari. Masa raya ini diatur sedemikian rupa agar jemaat dapat merayakan, memahami dan mengenang karya agung Allah secara utuh dalam satu tahun. Tematik, memiliki tema setiap minggu yang menjadi fokus dalam pembinaan umat. Ke empat hal di atas merupakan hal yang seharusnya ada dalam ibadah, bisa tersurat maupun tersirat dalam perayaan kita. Sedangkan tata ibadah memuat susunan unsur-unsur liturgi yang kita lakukan bersama. Tata ibadah disusun supaya ibadah itu tertib, teratur dan khidmat. Tata ibadah sendiri bukanlah tujuan, melainkan alat untuk melayani Tuhan dalam perayaan kita. Semua itu dapat dibuat sekreatif, seindah, semenarik mungkin namun juga maknawi, sebagai abodah kepada Tuhan. Tiada yang lebih indah dari segalanya selain membuat karya yang terbaik sebagai ungkapan syukur kepada Sumber Kehidupan selamat melayani Tuhan.

Cara Pengerjaan Liturgi Kreatif
Setiap liturgi pada dirinya telah kreatif. Karena sesungguhnya disusun dari realitas hidup masyarakat/umat yang riil. Yang diperlukan sesungguhnya adalah kreatifitas liturgi. Terkait dengan itu, inti liturgi adalah pemberitaan firman, maka kreatifitas liturgi harus dilaksanakan sebagai cara mengimplementasi firman secara nyata dalam ibadah dan kehidupan nyata. Ada korelasi yang jelas antara keduanya. Kreatifitas liturgi itu harus membuat ibadah bersentuhan langsung dengan pergumulan nyata umat. Karena itu mesti dapat mengakomodasi atau mengangkat realitas kehidupan umat secara khusus ke dalam ibadah. Maka setiap unsur liturgi dapat dikreasikan. Prinsipnya adalah isi dari unsur-unsur itu harus benar-benar mewakili atau memuat unsur-unsur pergumulan nyata umat. Kemasan liturgi tidak boleh berbau asing dari kehidupan nyata umat. Kemasannya harus ‘berbau’ umat setempat dan bukan ‘bau asing’. Demikian pun firman yang diberitakan harus benar-benar menjawab pergumulan nyata umat, dan bukan menceritakan sepakterjang sejarah masyarakat Israel Alkitab. Teks Alkitab yang dipakai harus pertama-tama dibaca dari perspektif sosial umat setempat, kemudian ditafsir dengan menggunakan kacamata orang setempat (tafsir sosiologis), lalu seluruh dinamikanya coba diresapi ke dalam dinamika orang-orang setempat pula. Kreatifitas liturgi harus memperhatikan isu pokok yang penting sebagai pokok pergumulan liturgi. Jika ada isu, maka seluruh unsur dan perangkat liturgis dapat dikreasikan sesuai dengan isu itu. Jika itu dilakukan, ibadah dan semua perangkat liturgisnya adalah benar-benar ‘milik kita’.

Beberapa Hal Penting Untuk Membuat Liturgi Kreatif
Berikut ini di sajikan bebrapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat suatu bentuk liturgy yang Kreatif :
1. Siapa peserta Ibadahnya?? Pemuda, SM-TPI, Pelayanan Perempuan/laki-laki?? Berapa jumlahnya?? Hal ini penting untuk menciptakan suasana dialog dalam liturgy dengan membagi peran sehingga semua umat berpartisipasi.
2. Dimana tempat ibadah itu dilaksanakan ? Di luar gedung seperti di pantai, gunung, lapangan, dan sebagainya, atau di dalam gedung. Suatu tempat ibadah yang baik mengandug beberapa unsur :
a. Tempatnya indah, (Beautiful) karena itu kita dapat mempergunakan simbol-simbol liturgi seperti lilin, salib, bunga, dan sebagainya.
b. Tempat ibadah dapat menciptakan suasana oikumenis
c. Tempat ibadah dapat memungkinkan semua peserta ibadah dapat berpartisipasi aktif, hindarilah sikap umat untuk menjadi penonton.
d. Biarlah tema ibadah mempengaruhi suasana ibadah itu.
3. Apa tema dan sub tema ibadah itu ? Natal, syukur HUT, dan sebagainya? Ingatlah bahwa tema setiap perayaan (Ibadah) dapat mempengaruhi suasana ibadah itu sendiri.
4. Musik pendukung apa yang dipergunakan? Musik tradisional / etnis atau musik barat ? hal ini berhubungan dengan pemilihan lagu dan iringannya serta fungsi yang tepat dari setiap musik pengiring.
5. Apakah ada juga musik gerejawi sekunder lainnya yang akan terlibat dalam ibadah itu ? (PS,VG,Solo,Dan lain-lain) hal ini berhubungan dengan fungsi prokantor atau pelayan musik dari PS,DLL.
6. Apakah perlu adanya tim pendukung liturgi? (TPL). Hal ini berhubungan dengan peran symbol liturgi pada akta liturgi tertentu yang dapat dimainkan atau didramatisasi.
7. Buku-buku lagu sebagai sumber nyanyian ibadah juga dipersiapkan.
8. Berapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan ibadah itu? Hal ini penting agar waktu yang disediakan dapat dipergunakan sebaik-baiknya, sehingga ibadahnya tidak panjang dan membosankan.
9. Siapa-siapa yang menjadi pelayan ibadah itu?(pelayan I dan pelayan II misalnya). Hal ini berhubungan dengan pembagian perannya.
10. Sesudah itu buatlah kerangka dasar liturgi dengan berpedoman pada 4 unsur penting:
Persiapan dan Menghadap Tuhan
Pelayanan Firman
Respons atas Firman Tuhan
Pengutusan dan Berkat
11. Mengkaji ulang kerangka itu, kalau sudah oke, kerjakan isinya untuk siap dipergunakan!!!!
Demikian hal-hal yang berkaitan dengan litirgi kreatif, kiranya dapat di gunakan untuk menata pelayanan sebagai calon-calon hamba Tuhan ke depa, Tuhan Memberkati kita sekalian.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

MAKNA UNSUR-UNSUR DALAM LITURGI

Ada banyak teori mengenai unsur-unsur liturgi (baca. Abineno). Bahkan dalam Tata Ibadah GPM, kita bisa melihat beragam unsur, antara Model A-F (Liturgi lama) atau Minggi I-V (Liturgi baru yang sedang disosialisasi). Demikian pun tata ibadah Wadah Pelayanan, Unit/Sektor. Unsur-unsur itu dinamai secara beragam dan ada unsur tertentu yang tidak ada dalam suatu model tertentu. Terlepas dari semua variasi itu, ada tujuh unsur pokok di dalam liturgi, yaitu [1] Votum; [2] Pengakuan Dosa, Pengampunan Dosa dan Petunjuk Hidup Baru; [3] Pemberitaan Firman; [4] Respons dan Jawaban umat, dalam bentuk [4.1] Pengakuan Iman; dan [4.2] Persembahan Syukur; [5] Doa Syafaat; dan [6] Pengutusan dan Berkat. Setiap unsur dikembangkan di dalam setiap liturgi di semua kalangan kristen, hanya dengan metode dan pola pengembangan yang tentu berbeda pada masing-masingnya. Saya tidak membahas kebedaan itu, karena yang penting adalah apa makna dari setiap unsur itu. Pengembangannya dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan pola liturgi apa pun yang dikreasikannya. [1] Votum, adalah proklamasi yang menandai bahwa Tuhan telah masuk ke dalam Ibadah, dan melandasi ibadah itu. Artinya ibadah adalah perintah Tuhan kepada umat, sehingga melaluinya umat berjumpa dengan Tuhan. Secara formulatif, proklamasi itu berbunyi ‘Ibadah ini berlangsung dalam nama Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus’. Dengan demikian Votum bukanlah doa permulaan ibadah. [2] Pengakuan Dosa, Berita Anugerah Pengampunan Dosa dan Petunjuk Hidup Baru. Setiap manusia yang beribadah adalah orang berdosa. Di dalam ibadah ia akan mengalami suatu anugerah pengampunan dosa, setelah ia mengakui dosanya. Pengampunan dosa akan diikuti oleh petunjuk hidup yang baru, agar umat hidup sesuai dengan firman dan kehendak Tuhan, dan tidak melakukan dosa yang sama itu lagi. Pengakuan dosa berarti manusia merendahkan diri di hadapan hadirat Allah yang kudus, lalu memohonkan anugerah dan Allah memberi perintah yang baru untuk dilakukan. [3] Pemberitaan Firman. Ibadah protestan berpusat pada pemberitaan Firman (bnd, konsep sola scriptura). Artinya Tuhan yang menyapa umat dalam ibadah adalah Tuhan yang memberi firman kepada mereka. Ia hadir di dalam ibadah dan bertindak melalui firmanNya. Karena itu, setiap pemberitaan firman (khotbah) adalah penyampaian maksud dan kehendak Tuhan kepada manusia. Untuk itu, khotbah berisi pesan firman, dan bukan pesan pengkhotbah. [4] Respons atau Jawaban Umat. Umat yang mendengar Firman adalah umat yang meresponi Tuhan. Ada dua bentuk respons umat dalam ibadah yaitu: [4.1] Pengakuan Iman (affirmasi), yaitu bentuk respons umat tentang siapa Tuhan yang memberi kepadanya pengampunan dosa dan firmanNya. Pengakuan Iman ini adalah pernyataan kepercayaan umat/gereja yang ada di dalam dunia, di dalam pergumulan dengan realitas dunianya. Gereja yang sadar bahwa dalam pergumulan itu, Tuhan tidak meninggalkan dia. Pengakuan iman juga mengandung janji eskhatologis yaitu kasih setia Tuhan yang tetap nyata di dalam hidup umat/gereja.
[4.2] Persembahan syukur (offerings). Unsur ini adalah unsur respons umat terhadap realitas anugerah yang ia terima dari Tuhan di dalam hidup sehari-hari. Persembahan yang dipolakan dalam liturgi adalah manifestasi dari tindakan pelayanan umat dalam hidup sesehari. Karena itu, persembahan di dalam ibadah harus menjadi spirit yang terus menyemangati pelayanan sosial di dunia. Artinya, ibadah protestan adalah ibadah yang terbuka dan terarah ke dunia. [5] Syafaat. Unsur ini adalah doa yang biasa diselenggarakan di dalam ibadah. Syafaat berarti doa bersama secara pasti/tepat/tegas/tidak berubah. Kata itu sendiri berarti hukum. Tetapi ada aspek perilaku yang berhubungan dengan hukum dalam kata itu, yaitu ‘kesetiaan’ atau ‘kepatuhan’ terhadap hukum. Karena itu ‘syafaat’ dimengerti sebagai doa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan umat dituntut untuk setia dan patuh terhadap apa saja yang didoakan.
Syafaat adalah doa umum yang dipimpin oleh Juru Doa (Pendeta/Pendoa). Dalam kebiasaannya, syafaat biasa diakhiri dengan berdoa Bapa Kami secara bersama-sama, sebagai cara melibatkan jemaat dalam aktifitas berdoa secara bersama itu. [Doa Bapa Kami bukanlah Doa sempurna, melainkan salah satu bentuk doa yang diajarkan [Yesus] kepada umat, agar mereka bisa berdoa [bersama-sama]. Juga bukan pelengkap doa syafaat, tetapi cara gereja melibatkan jemaat dalam doa umum. [6] Pengutusan dan Berkat. Unsur ini merupakan unsur penting dalam liturgi.umat yang beribadah adalah umat yang telah mengalami perjumpaan dengan seluruh realitas anugerah Tuhan. Umat telah mendengar firmanNya, dan diutus ke dunia untuk bersaksi tentang Tuhan yang ia jumpai dalam ibadah di tengah hidup sesehari. Karena itu, berkat Tuhan adalah jaminan dasar dari kesaksian hidup manusia/umat. Di situ berarti ada korelasi yang jelas antara ibadah dengan tugas di dunia. Semua unsur itu berhubungan satu dengan lainnya, dan saling menopang. Selain itu, aspek spontanitas umat yang tidak boleh diabaikan dalam liturgi adalah Nyanyian Umat. Ini adalah bentuk ekspresi umat yang harus dibiarkan bertumbuh secara spontan. Ada dua corak nyanyian jemaat, yaitu nyanyian primer dan nyanyian sekunder. Nyanyian primer adalah nyanyian umat secara bersama-sama, sedangkan nyanyian sekunder adalah nyanyian yang biasa dinyanyikan secara khusus oleh kelompok Paduan Suara (Chorus), Vocal Group, dll. Penempatan nyanyian sekunder dalam liturgi lebih tepat pada bagian Respons Umat.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Sejarah Perkembangan dan Pembaruan Liturgi

Selama dekade abad dua puluh liturgi Gereja mengalami beberapa tahap perkembangan. Perkembangan itu terlihat dalam tahap warna ibadah dengan lahirnya berbagai bentuk simbol. Pada awalnya peribadahan Gereja berakar dari tradisi oral dan ritual di zaman umat Israel dalam Perjanjian Lama. Pengajaran di Bait Allah, Sinagoge dan rumah tangga cenderung dilakukan dengan ritual oleh para Imam (bnd Luk.4: 16-22). Bentuk pengajaran di luar ruang ibadah cenderung dilakukan dengan cara oral oleh orang-orang tua, para Hakim dan para Nabi (bnd Ul.6: 4-9).
Sejak lahirnya Gereja pada abad pertama hingga akhir Abad Pertengahan warna peribadahan Gereja sangat kuat pada tradisi oral, ritual dan visual dengan pemeran sentral ibadah adalah umat. Pengajaran kepada umat disampaikan melalui drama, homili, ritus-ritus, gambar, hari-hari raya, jenis-jenis ibadah dan berbagai benda pendukung liturgi. Pada masa kini umat mengenal kisah-kisah Alkitab dan pengajaran Gereja melalui peribadahan oral dan ritual tersebut.
Pada akhir Abad Pertengahan partisipasi umat dalam peribadahan lambat laun menurun karena perdebatan teologis tentang kedudukan klerus dan umat dalam Gereja juga karena perselisihan intern Gereja.
Reformasi membawa dampak perubahan warna ibadah dari ritual menjadi didaktik. Pada akhir Abad Pertengahan tampilan liturgi yang berpusat pada imam, sakramen, dan cenderung teaterikal digeser menjadi liturgi yang berpusat pada pemberitaan Firman Tuhan dan mimbar. Didaktik dalam liturgi hampir seluruhnya verbalisme dan tata gerak serta pemakaian simbol-simbol tidak terlalu ditekankan. Segala sesuatu: simbol, edukasi, misteri doa, komitmen, disampaikan secara verbal dari mimbar. Bersama dengan lahirnya peribadahan injili abad ke-19, altar call menjadi model ibadah yang dominan di sebagian besar di Gereja . Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

MERANGKAI IBADAH KREATIF

Arti Ibadah/Liturgi
Ada berbagai istilah yang kita kenal dan sering kita pakai dalam persekutuan gereja. Ada yang memakai istilah liturgi, ibadah atau kebaktian. Yang mana yang benar? Semua benar, jika kita memahaminya sebagai ungkapan diri kita sepenuhnya kepada Allah. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani leitourgia (ergon: karya; leitos atau kata sifatnya laos: bangsa). Jadi secara harfiah, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan untuk kepentingan bangsa. Sejak abad 4 SM, pemakaian kata leitourgia ini diperluas, yakni untuk menyebut berbagai macam karya pelayanan, demikian juga dalam arti kultus, leitourgia berarti pelayanan ibadah, karya untuk Allah. Ibadah sendiri berasal dari bahasa Ibrani Abodah yang berarti bakti, dan kemudian acaranya kita sering sebut kebaktian. Ketika kita memahaminya sebagai karya dan bakti kepada Allah, sudah tentu karya itu harus baik, bagus, teratur, khidmat, sebagai ungkapan syukur kita kepada Allah. Ibadah bukan merupakan karya pemimpin dan milik satu orang saja. Ibadah merupakan karya umat. Seluruh umat berkarya dan mengungkapkan syukur kepada Allah bersama-sama.
Ibadah merupakan suatu aktifitas agama yang dikemas sedemikian rupa sehingga tampak kesakralannya. Kesakralan itu dikemas melalui suatu tata liturgi, sehingga umat yang beribadah masuk dalam situasi yang khusuk, beralih dari dunianya, dari aktifitas kesehariannya, dan merasakan ‘kehadiran Tuhan’ (God Presence) di dalam ibadah itu. Pengertian lain memahamkan ibadah sebagai aktifitas pelayanan dalam ruang sosial, melalui serangkaian perbuatan baik, atau pekerjaan baik yang mendatangkan keadilan, kebenaran, kesejahteraan kepada orang lain/sesama. Ketika digunakan dalam lingkungan ritus agama, ibadah lalu dibawa masuk ke dalam hubungan antara Tuhan dengan umat. Bentuk relasi sosial tadi diubah menjadi suatu relasi ritual yang terkadang mistis. Karena itu aspek pelayanan dimengerti sebagai pelayanan ritual.
Aspek ekspresi umat sebetulnya yang menjadi hal penting dalam liturgi. Ekspresi yang muncul sebagai cara umat meresponi Tuhan yang telah menyatakan diri dan hadir di dalam kehidupan mereka. Orang-orang Yahudi lebih suka memahami tindakan itu sebagai ‘abodah’ yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘wor[k]ship’. Kedua istilah itu menunjuk pada ada suatu sistem yang teratur di dalam tindakan melayani. Artinya sebuah realitas pelayanan itu tidak dilakukan secara serampangan, tanpa aturan dan tanpa tujuan.
Tidak sedikit para teolog praktika Indonesia yang merasa tidak puas melihat praktek liturgi Gereja-gereja di Indonesia masa kini, Salah seorang di antaranya J.L.Ch.Abineno dalam pidato Dies Natalis STT-Jakarta, pada tanggal 27 September 1962, mengungkapkan bahwa bentuk tata ibadah yang dipakai Gereja-gereja di Indonesia merupakan pengambilalihan dengan atau tanpa perubahan dari Gereja-gereja Barat. Pengimporan bentuk-bentuk dari barat ini telah terjadi berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus tahun lamanya. Hal senada juga disampaikan oleh Muller Kruger seorang teolog Jerman yang lama bekerja di Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk pelayanan yang diimpor dari Barat (oleh Gereja-gereja di Indonesia) diterima begitu saja, sehingga hampir-hampir tidak dirasakan sebagai bentuk-bentuk asing.
Rumusan dalam setiap unsur-unsur liturgi menggunakan kata-kata yang meskipun sulit dimengerti dianggap sudah baku dan tidak boleh diubah. H. Kraemer juga mencatat sekalipun Gereja-gereja muda telah merdeka atau otonom dan memerintah sendiri, tetapi dalam struktur dan gaya ekspresinya masih merupakan koloni spiritual dari Barat.
Terhadap kenyataan ini, beberapa pimpinan dan ahli teologi Gereja-gereja di Indonesia pada masa itu mulai sadar bahwa ternyata Indonesia belum lepas dari “penjajahan spiritual” karena semua liturgi pada waktu itu hanya merupakan warisan dan sebetulnya tidak relevan lagi untuk kebutuhan iman jemaat saat ini.
Di kalangan protestan, pembaruan liturgi sejalan dengan gerakan oikumenis. Puncak pembaruan adalah Liturgi Lima tahun 1982 di Peru melalui konferensi Komisi Iman dan Tata Gereja dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Secara umum telah terjadi penerbitan revisi buku-buku liturgi Gereja. Baik penyesuaian maupun gerakan liturgis memberi pembaruan pada unsur-unsur dalam liturgi. Tata ibadah termasuk tata ruang, para petugas, simbol-simbol, tata gerak, musik dan sakramen yang seluruhnya dalam liturgi ditempatkan dalam pemahaman kontekstualitas dalam semangat gerakan liturgi.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

KETUA-KETUA SINODE YANG BERTUGAS 1935-SEKARANG

- Pdt J. E. Stap (1935-1938)
- Pdt G. Hamel (1938-1940)
- Pdt W. Van Oest (1940-1942)
- Pdt S. Marantika (1942-1946)
- Pdt A. Poot (1946-1947)
- Pdt J. Van Wick (1947-1948)
- Juriaanse (1948)
- Pdt dr. Ch. C. Geissler (1948-1949)
- Pdt S. Marantika (1949-1953)
- Pdt Chr. MAtaheru (1953-1957)
- Pdt F. H. De fretes (1957-1961)
- Pdt Th. P. Pattiasina (1961-1976)
- Pdt. Dr. A. N (1978-1987)
- Pdt A. J. Soplantila (1987-1995)
- Pdt S. P. Titaley (1995-2000)
- Pdt I. W. J. Hendriks (2000-2005)
- Pdt. J. Ch. Ruhulessin (2005-2015)
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Nama-nama Klasis di GPM

- Ternate
- Bacan
- Pp Sula
- Pp Obi
- Buru Utara
- Buru Selatan
- Seram Utara
- Taniwel
- Seram Barat
- Kairatu
- Masohi
- Teluti
- Seram timur
- Lease
- Kota Ambon
- Pulau Ambon
- Banda
- Kei Kecil
- Kei Besar
- Pp Aru
- Tanimbar Utara
- Tanimbar Selatan
- Barbar
- Pp Kisar
- Lemola (Leti, moa, lakor) Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

SEJARAH BERDIRINYA GEREJA PROTESTAN MALUKU

Gereja Protestan Maluku adalah gereja yang berasal dari “indische kerk” atau gereja Protestan Indonesia. Indische kerk adalah gereja yang dibangun oleh VOC sejak tahun 1602-1800. Pada masa itu semua biaya pelayanan yang dibutuhkan gereja menyangkut pembangunan, penerbitan bacaan serta pembiayaan gaji para pendeta dan “penghibur orang sakit” di bayar oleh VOC. Semua itu dilakukan VOC karena ia adalah penguasa Kristen sehingga gereja hindia Belanda di sebut “gereja negara”. Mengikuti gereja induknya di Belanda, maka gereja yang dibentuk oleh VOC di Maluku bercorak calvinisme. Saat itu gereja di Maluku belum mandiri lepas dari pemerintah VOC.
Selama hampir dua setengah abad, Gereja di Maluku mengalami proses perkembangan dengan pembagian sebagai berikut:
1. Tahun 1540-1605, usaha misi portogis serta pengkristenan yang pertama
2. Tahun 1605-1815, gereja di Maluku dibawa pemerintahan VOC samapi 1800-an dan jangkah pendek yang berikutnya di bawah pemeliharan pekabaran Inggris (1814-1817)
3. Tahun 1815-1864, hidupnya kembali gereja di Maluku oleh usaha pekabaran injil NZG dalam kerjasamanya dengan gereja protestan.
4. Tahun 1864-1935, gereja di maluku di bawah pimpinan gereja protestan serta perkembangannya.
Pada rapat GPI tahun 1933 di Jakarta ditetapkan pemisahan GPI dari negarasecara administrasi tetapi perpisahan secara keuangan masih ditangguhkan. Sebelum rapat tersebut pada tanggal 19 mei 1933 di Maluku telah dibentuk badan sinode dan mengadahkan sidang pada tanggal 24-27 Maret 1933 yang membicarakan tetang:
- Nama Gereja Maluku-Gereja Maluku Injili (GMIA)
- Tata gereja GMIA
Proto Sinode yang ke dua berlangsung pada tanggal 7 Desember 1933 yang membicarakan:
- Usul problem tata gereja
- Usul problem nama GMIA menjadi GPM
- Membicarakan surat terbuka AMK (autonome Maluksche kerk) dan komite ummum menyangkut bentuk dan tata gereja
Hingga sidang proto terakhir 5 september 1935 yang membicarakan tentang:
- Penyerahan kepemimpinan kependetaan GPI Resort Amboina kepada pemimpin Badan Pekerja Sinode GPM
- Diterima dan diberlakukan tata gereja GPM yang sudah disahkan oleh GPI
- Acara upacara pelantikan GPM tanggal 6 September 1935
- Acara persidangan sinode pertama pada tanggal 7 september 1935

Setelah berdiri pada tanggal 6 september 1935maka pengesahannya dilakukan pada tahun 1936, bersama-sama dengan tata gereja.
Ketua Sinode GPM yang pertama adalah Pdt J. E. Stap dan Wakil ketua Pdt Tutuarima.
Struktur Badan Pekerja Sinode pada saat itu beranggota 10 orang, 7 diantaranya pendeta.
Dibentuklah 7 klasis yaitu: Ambon, Lease, Seram Barat, Seram Timur, Banda, dan Tarnate serta Ambon Kota.
Selain itu terdapat wilayah yang merupakan bagian dari GPM yaitu: Pulau Aru, Pulau Kei, Pulau Tanimbar, Barbar, Kisar, dan Irian Barat. Selanjutnya kelima wilayah ini menjadi klasis sedangkan Irian barat menjadi sinode tersendiri
Selama kurun waktu 1935-1942 baik pendeta, ketua resort kepemimpinan maupun ketua sinode GPM berasal dari gereja di Belanda karena pendidikan mereka dan karena mereka di angkat oleh GPI. Pada tahun 1942, setelah Jepang menduduki Indonesia, ketua Sinode di tawan karena berkebangsaan Belanda, maka Badan Pekerja Sinode yang berkebangsaan Indonesia mengambil alih kepemimpinan gereja sampai terpilihnya ketua Sinode Pertma orang Indonesia di zamn Jepang yaitu : Pdt s Marantika.
Seakarang GPM mempunyai 754 Jemaat
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11
TRINITAS
 Trinitas dalam agama Kristen menjadi persoalan sebab agama Kristen adalah agama “MONOTEIS”. Oleh karena KEESAAN/KETUNGGALAN TUHAN adalah ESENSI monoteisme, maka akan kontras jika TRINITAS dalam pengertian yang hurufiah (TRI) menjadi bagian dari salah satu agama yang monoteis.
 PERSOALANNYA SEKARANG TIDAK TERLETAK PADA SATU ATAU TIGA TUHAN DALAM AGAMA KRISTEN ?
 TETAPI APAKAH TRINITAS ITU BERARTI TIGA (TRI) ATAU SATU (ESA) ?
 Memahami ketritunggalan sama halnya dengan memahami hakekat Allah itu sendiri. Mustahil untuk percaya kepada Allah tanpa memahami hakekat-Nya yang meskipun tidak terbatas tetapi berkenan memberikan penyataan tentang diri-Nya di dalam Alkitab sehingga dapat dipahami (walau hanya sepercik) dengan kemampuan akal yang terbatas.
Meskipun kata ‘TRINITAS’ tidak ada dalam Alkitab, tetapi para Bapa Gereja mula-mula merumuskannya dengan dasar Alkitabiah :
Contoh ayat yang menjadi dasar Paham Trinitas :
Matius 28:19
 LAI TB, Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam 'nama' ('ONOMA') Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
 KJV, Go ye therefore, and teach all nations, baptizing them in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Ghost:
 NRS, Go therefore and make disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit,
 Bapa dan Anak dan Roh Kudus, oleh kalangan non kristiani dipandang seolah-olah 3 person atau bahkan politeisme (3 allah). Tetapi di dalam Alkitab bahasa asli ditulis dengan ‘ONOMA’ bentuk tunggal, bukan dengan ‘ONOMATA’ bentuk jamak.
 Teks bahasa aslinya adalah demikian :
πορευθεντες ουν μαθητευσατε παντα τα εθνη βαπτιζοντες αυτους εις το ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου πνευματος
 Transliterasi:
poreuthentes oun mathêteusate panta ta ethnê baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou huiou kai tou hagiou pneumatos
(Kata ONOMA memiliki bentuk tunggal, bukan jamak. Perhatikan perubahannya dalam uraian berikut ini)
 Perubahan bentuk kata "ονομα - ONOMA" :
Tunggal:
Nominatif, 'ONOMA'
Genitif, 'ONOMATOS'
Datif, 'ONOMATI'
Akusatif, 'ONOMA'
Jamak:
Nominatif, 'ONOMATA'
Genitif, 'ONOMATON'
Datif, 'ONOMASIN'
Akusatif, 'ONOMATA'

Bapa, Anak, dan Roh Kudus, masing-masing bukanlah “nama yang menunjuk pada entitas yang berlainan”.
 Konsep ini tidak bertentangan dengan TANAKH IBRANI :
Salah satu contoh ayat :
 * Kejadian 1:1
LAI TB, Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
KJV, In the beginning God created the heaven and the earth.
Hebrew,
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
Transliterasi :
BERE'SYIT {pada mulanya} BARA' {Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET HASYAMAYIM {langit itu} VE'ET {dan} HA'ARETS {bumi itu}"

Kata Allah dalam bahasa Ibrani " אלהים - ' = ELOHÎM" menggunakan bentuk jamak TETAPI dengan kata kerja tunggal (singular) : " ברא - BARA'", hal ini menyiratkan keesaan Allah yang memang kompleks.
 Alkitab mengajar dengan jelas bahwa Allah itu Esa :
Ulangan 6:4
LAI-TB, Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
KJV, Hear, O Israel: The LORD our God is one LORD:
Hebrew,
שְׁמַע יִשְׂרָאֵל יְהוָה אֱלֹהֵינוּ יְהוָה ׀ אֶחָֽד ׃
 Transliterasi :
SYEMA' (dengarlah) YISRA'EL (Israel) YEHOVAH (YHVH dibaca Adonai, TUHAN) 'ELOHEINÛ (Allah kita) YEHOVAH (YHVH dibaca Adonai, TUHAN) EKHAD (ESA)"

 Yesus Kristus sendiri menekankan pentingnya ajaran Kitab Suci ini tentang ke-Esa-an Allah :
* Markus 12:29
 LAI TB, Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa NTG, ο δε ιησους απεκριθη αυτω οτι πρωτη πασων τωνεντολων ακουε ισραηλ κυριος ο θεος ημων κυριος εις εστιν
 Transliterasi dan Terjemahan :
ho de (dan) iêsous (Yesus) apekrithê (Dia menjawab) autô (kepadanya) hoti (bahwa) prôtê (pertama) asôn (dari segala) tôn entolôn (perintah-perintah) akoue (dengarlah engkau) israêl (Israel) kurios (Tuhan) ho theos (Allah) hêmôn (kita) kurios (Tuhan) heis (satu) estin (Dia adalah)
 Orang Kristen mengimani Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allah, tahu dengan jelas bahwa paham Trinitas sama sekali tidak berarti adanya tiga allah sebagaimana yang dibayangkan secara salah oleh beberapa kalangan, termasuk beberapa kelompok "Kristen" sendiri. Arti dari paham ini ialah bahwa Allah itu satu adanya.
 Yesus berkata kepada murid-muridNya, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Matius 28:19). Monoteisme jelas sekali dalam kata-kataNya, "baptislah mereka dalam nama 'ONOMA' (single). Yesus tidak berkata baptislah mereka dalam nama-nama 'ONOMATA' (plural) Bapa, Anak dan Roh Kudus. Namun Keesaan dipaparkan dengan jelas dalam kata-kataNya,
"ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου πνευματος - ONOMA TOU PATROS KAI TOU HUIOU KAI TOU HAGIOU PNEUMATOS" (lihat penjelasan sblmnya).
Bapa Gereja Tertulianus, ia adalah yang mula pertama mencetuskan ide, gagasan dan dengan tepat mendasarkan doktrin Trinitas dari ayat Matius 28:19 dan dia menjabarkannya dalam suatu doktrin yang berbunyi : 'una substantia tres personae', "satu substansi/hakekat, tiga pribadi".
 Allah yang Esa bukan berarti Allah seperti sebuah batu. Keesaan Allah itu multi-kompleks.
 Kata Allah dalam bahasa Ibrani ‘ELOHIM’ menggunakan bentuk jamak tetapi dengan kata kerja tunggal, hal ini saja sudah menyiratkan keesaan Allah yang serba kompleks.
 Pengenalan dan penyapaan terhadap Allah dalam PB (sumber doktrin Trinitas) ada tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) tetapi ketiga nama itu tidak menunjuk pada tiga entitas, melainkan hanya kepada satu entitas, yakni Allah yang Esa itu.
 Pengakuan PL terhadap Monoteisme
 Ulangan 4:35,
 Ulangan 6:4,
 I Raja 8:59-60
 Yesaya. 45:5-6
 Ps : Baca sandiri jua e…

 Pengakuan PB terhadap Monoteisme
 Yohanes 17:3
KJV
And this is life eternal, that they might know thee the only* true God, and Jesus Christ, whom thou hast sent.
TB LAI
Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.
 1 Korintus 8:6
KJV
But to us there is but one God, the Father, of whom are all things, and we in him; and one Lord Jesus Christ, by whom are all things, and we by him.
TB LAI
Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa yang daripadaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.
 1 Timotius 2:5; Roma 3:29-30; Yakobus 2:19, DLL
Only : Monos = alone = Sendiri (without companion = tanpa rekan)
 REFERENSI
http://www.sarapanpagi.org/doktrin-trinitas-vt19.html
 Bruce A. Ware, Father, Son and Holy Spirit: Relationship, Roles, and Relevance, (Illinois: Crossway Books), 2005. hlm. 25 -28.
 Karl Rahner, The Trinity (London: Burn &Oates), 2001.
 L. Berkhof, Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas, (Bandung : Sinar Baru - cetakan 1) 1992.
 Jurgen Moltmann, The Trinity and The Kingdom: The Doctrine of God, (Minneapolis: Fortress Press), 1993

Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

Anggota-Anggota PGI

HKBP, BNKP, GBKP, GMI, GKE, GMIST, GMIM, GMIBM, GKST, GT, GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH, GKI , Papua, GPM, GMIT, GKS, KPB, GKJW, GKI, GITJ, GKJ, GKP, GK, GPIB, GPI, GPIB, GIA , GKMI, GKPS, GKPI, GBIS, GPPS, HKI, GKLB, GKT, GPID, GPKB, GPIG, GKJTU, GKKB, GGP, GKPI, GPIBT, GKPM, GKI SUMUT, GKPA, KGPM, GAMIN, GKA, GPIL, GKKA, GKKK, GKSBS, GPKBP, GBI, GKII, GEMINDO, GEKISIA, GKLI, GPP, GKSI, GTdI, GKPB, AFY, GR, GPI Papua, GKPPD, GEKINDO, GKSB, GKO, GSI, GUPDI, GPIBK, GERMITA, GKA, GKRI, GSJA, GKY, GKPII, GKII, GPSI, GKSI, KGMPI. Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA

Berdasarkan pengakuan bahwa tiap gereja adalah ungkapan dari gereja yang esa.kudus,am danrasulim dan bahwa semua gereja disegala zaman dan tempat terpanggil untuk melaksanakan tugas panggilan gereja yang sama dan satu yaitu memberitakan, maka gereja-gereja diseluruh dunia bertanggung jawab melaksanakan tugas panggilan itu dalam persekutuan dan kerjasama serta saling menghormati dan menghargai keberadaan masing-masing. Dalam mengembang panggilan oikumene semesta maka hubungan dan kerjasama oikumenis perlu dibina.
Yang dimaksudkan dengan hubungan-hubungan oikumenis adalah hubungan dengan gereja-gereja dan lembaga-lembaakristen di indonesia yang tidak atau belum menjadi anggota Pgi dan pgi wilayah.
Sejarah Kelahiran “Lima Dokumen Keesaan Gereja”(LDKG)
Secara resmi LDKG lahir selaku keputusan SR X DGI/PGI 1984 Ambon tahun 1984. rumusan LDKG Ambon telah mengalami beberapa perubahan dalam upaya penyempurnaan dalam SR XI PGI Surabaya dan SR XII PGI 1994 Jayapura sehingga mencapai bentuk yang sekarang. ( Buku, Lima Dokumen Keesaan Gereja ).
Ketika DGI dibentuk tahun 1950 dengan tujuan pembentukan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia belum ada bayangan/gambaran mengenai Gereja Kristen yang Esa di Indonesia itu. Setelah dibentuk baru kemudian diperkembangkanlah pemahaman dan gambaran mengenai Gereja Kristen yang Esa tersebut.
Dalam proses penegembangan pemahaman dan gambaran tersebut dari satu Sidang Raya ke Sidang Raya berikutnya kian dirasakan adanya semacam ketegangan antara 2 kecendrungan yaitu :
 kecendrungan untuk mengutamakan keesaan rohani dalam kristus dan karena itu enggan membahas hal-hal yang menjurus kepada penyatuan secara struktural organisatoris.
 kecendrungan untuk mengutamakan keesaan struktural organisasi dan karena itu kurang sabar terhadap segala perbedaan dan sikap mempertahankan identitas diri masing-masing.
Dalam upaya menampung kedua kecendrungan ini dan bersamaan dengan iklim yang sedang mempengaruhi Dewan Gereja se-Dunia ( DGD ) dilakukan dengan pola pendekatan melalui 3 komisi antara lain :
 Komisi Faith and Order ( Iman dan Tata Gereja )
 Komisi Life and Work ( Hidup dan Karya Gereja )
 Komisi Mission and Evangelism ( Misi dan Pekabaran Injil )
Dan DGI-pun menata diri dengan 3 pola diatas, dan dimulailah studi dan penyelidikan bersama mengenai pengakuan iman, tata gereja, katekisasi, liturgi yang digunakan oleh gereja-gereja anggota. Studi dan penyelidikan bersama ini memuncak pada SR IV DGI di Makasar dengan munculnya konsep mengenai :
 Tata Sinode Oikumene Gereja di Indonesia ( SINOGI )
 Pengakuan Iman Bersama.
Namun gereja-gereja anggota PGI tampaknya belum siap untuk menerima gagasan SINOGI dan Pengakuan Iman Bersama. Dalam SR VII DGI 1971 Pematang Siantar kemudian berhasil menampung sebagian dari konsep SINOGI dengan memperbaharui struktur DGI. Dimana Badan Pekerja Lengkap ( BPL ) DGI bukan lagi hanya untuk sejumlah kecil orang-orang yang dipilih oleh Sidang Raya untuk bertindak atas nama gereja-gereja , tetapi keanggotaan BPL-DGI terdiri dari unsur pimpinan pusat tiap gereja anggota yang ditunjuk oleh gerejanya dan disahkan oleh Sidang Raya. Dengan demikian kesepakan yang diambil sepenuhnya mendapat dukungan oleh dan berakar di dalam gereja.
sejak itu tidak sedikit telah dicapai dalam upaya mewujudkan keesaan gereja itu secara nyata.
Dalam SR IX DGI 1980 Tomohon diputuskan supaya dalam masa 4 tahun kedepan sungguh-sungguh dimanfaatkan DGI dan gereja-gereja anggota untuk bersama-sama menyusun dan melaksanakan program-program yang konkrit secara bertahap ditingkat setempat,sewilayah dan nasional guna mempersiapkan pembentukan satu gereja kristen yang esa didalam sidang raya X dgi.
Disadari bahwa keesaan gereja bukan hanya sekedar keesaan rohani saja,tetapi sekaligus tampak dalam wujud yaang kelihatan (kelembagaan) sehingga keesaan rohani menjadi kesaksian kepada dunia. Keesaan juga bukan keseragaman (uniformitas) dan bukan pula keterpisahan melainkan keragaman dalam kebersamaan.
Setelah SR IX DGI 1980 Tomohon, BPH DGI menyampaikan gagasan mengenai pembaharuan struktur,nama dan sarana DGI. Dalam gagasan tersebut dikemukakan 2 langkah penting : pertama,bertolak dari peristiwa pembentukan DGI selaku badan persekutuan Oikumene gereja-gereja di Indonesia maka mesti dilaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengungkapkan keesaan gereja secara lebih nyata. kedua, setiap kali sesudah jangka waktu tertentu perlu dipersiapakan langkah-langkah baru dan untuk itu perlu dilembagakan kemajuan-kemajuan yang dicapai ditahun-tahun sebelumnya dan mendorong kemajuan-kemajuan baru ditahun yang akan datang.
Titik tolak inilah yang kemudian melahirkan konsep LDKG.
Dengan mempelajari keputusan-keputusan sidang raya-sidang raya sebelumnya dan dengan memperhatikan perkembangan pemikiran-pimikiran baru yang dilahirkan dari gerakan Oikumene sedunia (DGD) maka di buat suatu daftar mengenai pemahaman keesaan gereja yang menyebut bahwa gereja yang esa itu harus :
1. mempunyai satu pengakuan iman
2. mempunyai satu tata gereja dasar
3. Dapat Beribadah bersama dan merayakan perjamuan kudus (PK)
4. Mempunyai wadah disetiap tingkat untuk bermusyawarah dan menentukan hal-hal yang menyangkut pelaksanaan tugas panggilan bersama.
5. Tindakan saling mengakui dan saling menerima.
6. terpanggil untuk memberitakan injil
7. diwarnai oleh tindakan saling membantu dan saling menopang.
Dalam pengembangannya dipadatkan menjadi 5 butir saja yaitu 2 & 4 dijadikan satu dan 3 & 5 disatukan. Dari sini akhirnya lahir lima ciri pokok gereja kristen yang esa di indonesia :
a. Satu pengakuan iman
b. Satu wadah bersama
c. Satu tugas penggilan dalam satu wilayah bersama
d. Saling mengakui dan saling menerima
e. Saling menopang.
Pada sidang BPL-DGI 1981 lahirlah konsep tentang “SIMBOL-SIMBOL KEESAAN” yang meliputi 4 dokumen yaitu :
1. PIAGAM PRASETYA KEESAAN
2. PEMAHAMAN IMAN BERSAMA
3. PIAGAM SALING MENERIMA SALING MENGAKUI
4. TATA DASAR GEREJA
Konsep awal mengenai simbol-simbol keesaan mengalami perluasan, pembaharuan, dan peningkatan sehingga akhirnya lahirlah “LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA” LDKG yang terdiri dari :
i. Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)
ii. Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)
iii. Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM)
iv. Tata Dasar PGI
v. Menuju kemandirian Teologi, Daya dan Dana.


Beberapa hal yang mesti dicatat bahwa :
 LDKG merupakan dokumen keesaan gereja-gereja yang bersifat utuh dan menyeluruh karena dalamnya terkandung seluruh pengalama ber-Oikumene di indonesia sejak berdirinya DGI tahun 1950.
 Keesaan gereja dalam LDKG tidak terjebak dalam pendekatan organisatoris/kelembagaan melainkan mengikuti pendekatan dari segi misi bersama.
 Kekuatan LDKG ialah merupakan Dokumen Keesaan dengan nilai teologis-eklesiologis, historis dan misologis.
Dalam SR XII PGI 1994 Jayapura dilakukan perbaikan namun tidak banyak melakukan perubahan sehingga susunan Lima Dokumen Keesaan Gereja menjadi :
 Prasetya Keesaan
1. Pokok-pokok tugas panggilan bersama ( PTPB )
2. Pemahaman Bersama Iman Kristen ( PBIK )
3. Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui ( PSMSM )
4. Tata Dasar PGI
5. Menuju Kemandirian Teologi Daya dan Dana
 Daftar anggota-anggota PGI
I. POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BERSAMA
Dokumen ini memuat hal-hal dasariah mengenai :
a. Pemahaman bersama gereja-gereja tentang tugas panggilan (misi) bersama.
b. Konteks nyata dimana gereja ditempatkan dalam suatu realisme yang berpengharapan.
Dokumen ini pun dilihat selaku dokumen misiologi dari gereja-gereja di indonesia.
II. PEMAHAMAN BERSAMA IMAN KRISTEN
Pokok-pokok dokumen PBIK meliputi :
 Tuhan Allah
 Pencipta dan pemeliharaan
 Manusia
 Penyelamatan
 Kerajaan Allah dan hidup baru
 Gereja
 Alkitab

III. TATA DASAR
Berbeda dengan AD-PGI maka tata dasar PGI disusun secara agak luas
 Pembukaan
 Batang tubuh yang terdiri dari XIII bab dengan 27 pasal
 Penjelasan Tata Dasar PGI : Pembukaan
 Penjelasan tetang pasal IV Tata Dasar PGI
 Penjelasan tentang peranan PGI

IV. KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA DAN DANA
Dokumen Kemandirian Teologi, Daya dan Dana ditata sebagai berikut :
1. Dasar pemikiran yang terdiri dari :
a. Pengertian umum tentang kemandirian
b. Kemandirian sebagai panggilan gereja
2. Permasalahan
3. Kerangka dasar untuk penyususnan program
Yang memuat pikiran-pikiran prinsip :
a. Kemandirian teologi
b. Kemandirian daya
c. Kemandirian dana
Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11

KESELAMATAN

Konsep pemahaman tentang keselamatan :
 Pandangan Kristen
• Dosa & Ketidakberdayaan
• Penyelamatan
• Kebangkitan
 Hidup Sesudah Mati
• Surga
• Neraka
 Pluralitas Agama (konteks)
• Menggugat konsep keselamatan Kristen dalam konteks pluralitas agama di Indonesia.
Dosa dan Ketidakberdayaan
Ada dua pemahaman yang terkandung dalam konsep dosa :
• Kedosaan
• Universal
• Keberadaan/eksistensi
• Dosa
• Partikular
• Tindakan
KEDOSAAN (keadaan) : Manusia tidak bisa lepas dari kedosaannya
DOSA (Perbuatan) : Manusia bisa berupaya untuk tidak berbuat dosa
Dalam konteks pemahaman yang demikian, dosa mengandung dua hal yang substansial:
◦ Pertama, Dosa bersifat universal yang meliputi semua manusia sebagai bagian dari eksistensi.
◦ Kedua, Dosa bersifat khusus yang meliputi pribadi tertentu yang bertindak menyimpang dan berimbas pada hubungan-hubungannya dengan semua entitas.
Manusia tidak bisa lepas dari keberadaannya yang berdosa karena itu sering melakukan pelanggaran,kemudian Allah melakukan Intervensi lewat, Yesus Kristus (Sola Gratia), Iman (Sola Fide).
Langit dan Bumi Baru/Surga
 Surga sebagai situasi / kondisi
Kehidupan yang adil, berkecukupan, penuh damai sejahtera, penyembuhan dari penyakit, suasana sukacita dan kegembiraan, umur panjang, dst; (Yes. 65 : 17-18; 20-21; 25).
 Surga sebagai sifat-sifat Allah
Allah disifatkan dengan cinta kasih, kedamaian, kelegaan, sukacita, dst. (Yoh.15:10-11; 16:33; Mat. 11:28).
 Surga sebagai tempat ideal yang dijanjikan oleh Yesus.
Tempat untuk menikmati “Hidup Kekal” bersama Allah (tempat Allah berdiam) (Yes. 9:5; Yoh. 14:3).
Keselamatan Presentis (Kini)
 Keselamatan presentis ditandai dengan kondisi damai, berkecukupan, adil, kasih, dst.
 Sudah terjadi pada saat ini namun belum seutuhnya (temporer).
Contoh : Ada Kebahagiaan dan Kesedihan
Ada kedamaian dan Perang
Ada kecukupan dan Kelaparan
Keselamatan Futuris
 Berkaitan dengan surga sebagai tempat di mana orang percaya menikmati Kehidupan Kekal bersama Allah.
 Merupakan pemenuhan keselamatan presentis di mana damai, cinta kasih, sukacita, kegembiraan selamanya menjadi milik orang percaya.
Untuk sampai ke situ, ada dua hal yang menarik :
1. Kedatangan Kembali Yesus Kristus sebagai Raja (Parousia)
2. Kebangkitan Orang Mati
Kedatangan Kembali (parousia)
 Bersifat Rahasia (hanya Tuhan yang tahu)
(Matius 24:39,42-43,50; 25:13) Pengharapan eskhatologis yang dinanti-nantikan oleh orang percaya.
 Peringatan untuk tetap berjaga-jaga
(Lukas 21:36; Mat. 25:1-14, dll)
Mengisyaratkan keharusan untuk hidup dan berkarya dengan sungguh-sungguh dan setia.
Kebangkitan Orang Mati
Kebangkitan orang mati adalah satu fase untuk hidup dalam kekekalan bersama Allah.
Markus 16:8
Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun juga karena takut. Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-murid-Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.
Matius 22:31-32
Tetapi tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.
Kebangkitan Roh saja ??? Atau Kebangkitan secara Total ???
 Kebangkitan orang percaya mengacu pada kebangkitan Yesus, jadi sebagaimana Yesus bangkit dari kematian dengan seluruh totalitasnya, maka semua orang percaya yang kelak dibangkitkan pun mengambil contoh tersebut (Kebangkitan Yesus sebagai Prototype/Tipe utama Kebangkitan orang percaya).
Perhatikanlah teks Alkitab berikut ini :
I Korintus 15:20 (Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal).
Roma 8:29 (Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara).
NERAKA DAN SURGA
Jika surga adalah kedamaian, sukacita, dst, maka neraka adalah sebaliknya, Jika surga adalah kehidupan kekal, maka neraka adalah Kematian Kekal.
Keselamatan dalam Konteks Pluralitas Agama di Indonesia
 Pluralitas agama sekarang ini telah menjadi suatu keniscayaan dan mendesak agama-agama, termasuk kekristenan untuk menghadapi dan mengubah paradigma teologinya. Semua agama menurut Eka Darmaputera, tidak hanya didesak untuk memikirkan sikap praktis untuk bergaul dengan agama yang lain, tetapi juga didesak untuk memahami secara teologis apakah makna kehadiran agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang lain itu.
 Mengembangkanteologi agama-agama bukan tanpa kesulitan dan resiko. Tantangan internalnya
1. teologi tradisional (Barat) yang berakar kuat dalam gereja.
2. Resistensi fundamentalisme kristen.
Tantangan eksternalnya : Pluralisme agama dicurigai sebagai misi terselubung kekristenan untuk mempertobatkan yang lain dan sekaligus keengganan mengakui bahwa kebenaran agamanya relatif. Sikap penolakan terang-terangan terhadap pluralisme agama dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat fatwa hasil Munas VII tahun 2005, karena paham ini bertentangan dengan ajaran Islam.
PLURALISME AGAMA
 Pertama, Karl Rahner. Rahner oleh banyak kalangan disebut sebagai teolog terbesar agama Katholik di abad 20. Pemikirannya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap teologi Konsili Vatikan Kedua pada rentang waktu 1962-1965, yang telah membawa gereja Katholik Roma untuk merevisi pandangannya terhadap berbagai topik dari mulai doktrin sampai dengan liturgi. Proses modernisasi gereja Katholik Roma atau yang oleh John Paus XXIII disebut sebagai aggiornamento, juga memasukkan unsur penilaian terhadap pandangan gereja yang berkaitan dengan agama lain, selain Katholik.
 Pemikiran Rahner mempengaruhi pernyataan Konsili tersebut di antaranya tentang kehadiran karunia Tuhan di luar gereja setelah sebelumnya Konsili Vatikan kukuh dengan pendirianya yang terkenal yakni: extra eclessiam nulla salus (di luar gereja, tidak ada keselamatan).
Lebih dari itu, pemikiran teologis Rahner berpengaruh lebih jauh melalui artikulasinya secara pasti dalam tafsiran-tafsirannya terhadap doktrin Kristen. Dalam pandangan Rahner, penganut agama lain mungkin menemukan karunia Yesus melalui agama mereka sendiri tanpa harus masuk menjadi penganut Kristen. Inilah yang oleh Rahner kemudian dikenal sebagai orang Kristen Anonim (anonymous Christian). Yesus, dalam pandangan Rahner masihlah menjadi norma di mana kebenaran berada dan jalan di mana keselamatan dapat diperoleh. Akan tetapi, orang tidak harus secara eksplisit masuk menjadi penganut agama Kristen agar mendapatkan kebenaran dan memperoleh keselamatan itu. Oleh karena itu Rahner mengatakan bahwa agama lain adalah sebenarnya bentuk implisit dari agama yang kita anut.
 Kedua, John Harwood Hick. Hick adalah seorang filosof agama kontemporer yang concern terhadap masalah hubungan antar agama. Dalam pengertian dan pemaknaan Hick, pluralisme agama mesti didefinisikan dengan cara menghindari klaim kebenaran satu agama atas agama lain secara normatif. Berbeda dengan Rahner, Hick tidak setuju dengan penryataan bahwa agama Kristen memiliki kebenaran yang “lebih” dibanding kebenaran agama lain. Oleh karena itu, menurut Hick, kita harus menghindari penggunaan istilah terhadap penganut agama lain sebagai orang Kristen Anonim, Islam Anonim, Hindu Anonim, Buddha Anonim dan sejenisnya. Cara yang lebih arif untuk memahami kebenaran agama lain adalah dengan menerima bahwa kita (semua agama) merepresentasikan banyak jalan menuju ke satu realitas tunggal (Tuhan) yang membawa kebenaran dan keselamatan. Tidak ada satu jalan (agama) pun yang boleh mengklaim lebih benar daripada yang lain karena kita (semua agama) sama dekat dan sama jauhnya dari realitas tunggal tersebut. Realitas tunggal itu adalah realitas yang sama yang kita (semua agama) sedang mencari-nya.
 Dalam menjelaskan realitas tunggal yang sama itu, Hick menggunakan dualisme Immanuel Kant tentang the Real in-it-self (an sich) dan the Real as humanly thought-and-experienced. The Real in it self sesungguhnya adalah realitas tunggal yang dituju oleh kita (semua agama). Sementara, karena realitas tunggal itu bersifat maha baik maha besar, maha luas, maha agung, maha tak terbatas dan sebagainya, maka manusia (yang terbatas) mengalami keterbatasan untuk mengenalnya secara penuh. Itulah yang kemudian menurut Hick mewujud pada gambaran the Real as humanly thought-and-experienced (realitas tunggal yang dapat dipikirkan dan dialami secara manusiawi). Keterbatasan dan faktor budaya-lah yang kemudian menyebabkan respon orang tentang gambaran realitas tunggal itu menjadi berbeda-beda.
 Selanjutnya, mungkin muncul pertanyaan bagaimana menghubungkan kedua the Real tersebut? Atau bagaimana the Real as humanly thought-and-experienced yang mungkin berbeda-beda antara satu agama dengan agama yang lainnya bisa diartikan menuju ke the Real in-it-self yang sama? Menurut Hick, semua agama dengan the Real yang berbeda-beda itu tetap menuju pada the Real in it self yang sama sejauh mampu melahirkan fungsi soteriologis dari agama. Artinya, agama tersebut mesti memberikan pengaruh yang baik secara moral dan etis bagi para penganutnya dalam kehidupan sosial manusia. Oleh karena itu, Hick menyatakan bahwa agama lain adalah jalan yang sama validnya dengan agama kita dalam menuju kepada kebenaran dan keselamatan dari the Real in-it-self.
 Ketiga, John Cobb Jr. Cobb membangun konsep yang agak berbeda dengan konsep pluralisme agama menurut Hick. Melalui keterlibatannya yang luas dalam dialog Kristen dan Buddha, Cobb Jr sampai pada kesimpulan bahwa seseorang tidak dapat mengklaim bahwa agama Kristen, Buddha, Islam, Hindu dan sebagainya adalah berbicara atau menuju realitas tunggal yang sama seperti yang dinyatakan Hick. Selain itu, Cobb Jr juga menolak jika dikatakan bahwa kebenaran satu agama sama validnya dengan kebenaran yang dimiliki agama lain. Untuk memahami dan menilai secara sungguh-sungguh agama lain, kita harus mendengarkan apa yang mereka katakan dan mengevaluasinya tanpa berasumsi bahwa apa yang dibicarakan adalah benar-benar tentang hal atau the Real yang sama. Dalam hal ini, kalau misalnya, beberapa agama bertemu satu sama lainnya maka penganut agama-agama tersebut sesungguhnya akan saling diperkaya oleh pengetahuan mereka tentang agama-agama lain. Mereka dapat belajar satu dari yang lain tanpa meninggalkan kenyataan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan di antara mereka.
 Keempat, Raimundo Panikkar. Seperti juga Cobb, Panikkar menolak semua definisi pluralisme agama yang menyimpulkan bahwa agama-agama men-share common essence (hal-hal esensial yang sama). Sejarah kehidupan keagamaan dan intelektual Pannikar dapat dikatakan sangatlah kompleks. Dia dilahirkan dalam keluarga di mana ayahnya beragama Hindu dan ibunya beragama Katholik Roma. Panikkar sendiri menjadi seorang pastur Katholik yang memperoleh gelar Doktor dalam bidang sains, falsafah dan teologi. Dia menuliskan tentang pertemuannya (encounter) dengan agama lain: “saya meninggalkan ke-Kristen-an saya, menemukan diri saya sebagai penganut Hindu, dan kembali menjadi seorang penganut Buddha tanpa berhenti menjadi seorang penganut Kristen. Pendekatannya terhadap agama lain merefleksikan kompleksitas tersebut. Panikkar menjelaskan bahwa kita harus bekerja keras untuk memahami masing-masing agama dalam bahasa mereka sendiri-sendiri yang konsepnya berbeda-beda.
 Kita tidak dapat mengatasi dan menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut dengan mengatakan bahwa semua agama adalah sama atau satu. Tetapi kita juga tidak dapat mengabaikan apa yang dikatakan oleh orang (agama lain). Masing-masing agama merefleksikan, mengoreksi, melengkapi dan menantang agama-agama yang lainnya dalam jaringan interkoneksi yang dia sebut sebagai dialog antar agama. Karenanya Panikkar menyatakan bahwa masing-masing agama mengekspresikan sebuah bagian penting dari kebenaran. Ekspresi itu bisa berupa refleksi, koreksi, pelengkap dan tantangan antara agama yang satu dengan agama yang lain.
 Kelima, Wilfred Cantwell Smith. Smith adalah seorang sejarahwan agama yang memiliki pengalaman langsung dengan berbagai macam agama ketika mengajar di India pada tahun 1941-1945.
 Menurut Smith, pluralisme agama merupakan tahapan baru yang sedang dialami pengalaman dunia menyangkut agama. Syarat utama tahapan ini ialah kita semua diminta untuk memahami tradisi-tradisi keagamaan lain di samping tradisi keagamaan kita sendiri. Membangun teologi di dalam benteng satu agama sudah tidak memadai lagi. Smith mengawali pernyataan teologisnya tentang pluralisme agama dengan menjelaskan adanya implikasi moral dan juga implikasi konseptual wahyu. Pada tingkat moral, wahyu Tuhan mestilah menghendaki rekonsiliasi dan rasa kebersamaan yang dalam. Sementara, pada taraf konseptual wahyu Smith mulai dengan menyatakan bahwa setiap perumusan mengenai iman suatu agama harus juga mencakup suatu doktrin mengenai agama lain.
 Pendirian teologis tersebut oleh Smith dimasukannya ke dalam analisis mengenai cara kita menggunakan istilah agama. Dalam karya klasiknya yang berjudul The Meaning and End of Religion Smith menjelaskan bahwa penggunaan teologi yang eksklusif mengakibatkan agama orang lain dipandang sebagai penyembahan berhala dan menyamakan Tuhan mereka dengan dewa. Sebagai contoh, Smith mengutip pernyataan teolog Kristen bernama Emil Brunner yang menyatakan bahwa Tuhan dari agama-agama lain senantiasa merupakan suatu berhala. Demikian juga bagi beberapa kaum Muslim, Yesus sebagai kristus adalah suatu berhala. Contoh-contoh mengenai sikap eksklusif seperti itu adalah contoh dari keangkuhan agama yang tidak dapat kita terima. Semua agama mengarah kepada tujuan akhir yakni Tuhan. Smith menulis: Tuhan adalah tujuan akhir agama juga dalam pengertian bahwa begitu Dia tampil secara gambling di hadapan kita , dalam kedalaman dan kasih-Nya , maka seluruh kebenaran lainnya tak heni-hentinya memudar; atau sekurang-kurangnya hiasan agama jatuh ke bumi, tempatnya yang seharusnya, dan konsep agama ‘berakhir’.
 Smith merasa bahwa pemahaman mengenai agama ini diperlukan jikalau kita ingin berlaku adil terhadap dunia tempat kita hidup dan terhadap Tuhan sebagaimana diwahyukan oleh agama yang kita anut. Semua agama, entah itu Islam, Kristen, Hindu, Buddha dan sebagainya, hendaknya harus dipahami sebagai suatu perjumpaan yang penting dan berubah-ubah antara yang Illahi dan manusia. Dengan pemahaman ini, Smith mengharapkan adanya toleransi antar umat beragama yang berbeda-beda tersebut.
PERTANYAAN
 BAGAIMANA ANDA MEMANDANG AGAMA LAIN ?
 DI MANAKAH POSISI AGAMA LAIN DALAM KONSEP KESELAMATAN AGAMA KRISTEN?
 APAKAH YESUS ADALAH SATU-SATUNYA PENYELAMAT DUNIA ?? ATAUKAH SATU DI ANTARA BANYAK JALAN ??

Baca selengkapnya GIAFIDRISA: 07/23/11