Bersekutu, Berkarya dan Bersaksi...

Refleksi HUT Anak 1 Tahun

Bacaan Alkitab : Ratapan 3:22-25
Oleh : Maria Hukubun, S.Si

Kasih-Nya seperti sungai, Kasih-Nya seperti sungai…
Itulah penggalan syair lagu yang sering kita dengar dan nyanyikan. Lagu yang mengungkapkan kasih dan kemurahan TUHAN yang luar biasa dan tak pernah berhenti di hidup ini. Demikian juga yang dikatakan oleh penulis kitab Ratapan dalam teks saat ini.
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, Tak Habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi.
Kasih itulah yang kita rasakan dan kasih itulah yang telah mengantar anak terkasih sampai hari ini. 1 tahun perjalanan boleh dijalani, tentu tidak terlepas dari peran orang tua, Papa dan Mama dalam proses pembimbingan, pemeliharaan bahkan cinta dan kasih sayang yang selalu diberikan dan itu menjadi kekuatan bagi anak terkasih dalam pertumbuhannya. Karena keluarga adalah basis pendidikan, dengan demikian, nilai-nilai moral, rohani mesti ditanamkan sejak dini. Bagaimanapun kesulitan yang dihadapi orang tua dalam mendidik anak, tentunya hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk membiarkan anak berjalan sendiri mencari jati dirinya. Pendidikan dari orang tua yang tekun dan penuh kasih disertai doa yang sungguh untuk perkembangan dan pertumbuhan anak …. sangat diperlukan. Anak … menjadi baik tergantung upaya Papa-Mama dalam menanamkan nilai-nilai yang sesuai dengan iman Kristiani. Dan tetap mengundang TUHAN hadir dalam kehidupan keluarga, supaya dari keluarga ini lahir anak yang takut TUHAN. Bagian firman TUHAN ini, menyadarkan kita kembali untuk tetap melihat kasih dan kemurahan TUHAN yang luar biasa di hidup ini. Semoga ungkapan syukur dan terima kasih kita di saat ini. Selamat Ulang Tahun, Tuhan Yesus sayang selalu,Amin
Baca selengkapnya GIAFIDRISA

Lagu Pujian

1. SATU HAL YANG KU RINDU
Satu hal yang kurindu, berdiam didalam rumah-Mu
Satu hal yang kupinta menikmati bait-Mu tuhan
Lebih baik satu hari di pelataran-Mu
Dari pada sribu hari di tempat lain
Memuji-Mu menyembah-Mu Kau Allah yang hidup
Dan menikmati s’mua kemurahan-Mu
2. BAGAIKAN BEJANA
Bagaikan bejana siap dibentuk
Demikian hidupku ditangan-Mu
Dengan urapan kuasa roh-Mu, ku dibaharui selalu
Jadikan ku alat dalam rumah-Mu
Inilah hidupku ditangnMu
Bentuklah sturut kehendak-Mu
Pakailah sesuai rencana-Mu
Kumau sperti-Mu Yesus, di sempurnakan slalu
Dalam segnap jalanku, memuliakan nama-Mu
3. SEKARANG B’RI SYUKUR
Sekarang b’ri syukur,besarkan nama Tuhan
Pemimpin hidup mu,yang mendengar seruan
Yang oleh anaknya,memb’ri anugerah
Dan tak terbilang pun mujisat berkatnya
4. PERSEMBAHAN HATI
Bilang pada ku hari ‘ni, barang yang patut ku b’ri,
Hati berdosa begini, boleh kah Tuhan tragli
Meski dosa ku pun banyak,,Tuhan sucikan bersih
Hati yang engkau hai anak, hendak membawa dan b’ri
Hati yang engkau hai anak, hendak membawa dan b’ri
5. KU UTUS KAU
Ku utus kau mengabdi tanpa pamrih
Berkarya t’rus dengan hati teguh
Meski dihina dan menanggung duka
Ku utus kau mengabdi bagi ku
Ku utus kau tinggalkan ambisi mu
Padamkanlah segala ambisi mu
Namun berkaryalah dengan sesama
Ku utus kau bersatulah teguh
Kuutus kau mencari sesama mu
Yang hatinya tegar terbelenggu
Tuk menyelami karya di kalvari
Ku utus kau mengiring langkah ku
Coda : Kar’na bapa mengutus ku,ku utus kau
6. BAWA PERSEMBAHAN MU
Bawa persembahan mu dalam rumah Tuhan
Dengan relah hati mu janganlah jemu
Bawa persembahan mu,bawa dengan suka
Reef : Bawa persembahan mu,tanda suka cita mu
Bawa persembahan mu,ucaplah syukur
Persembahkan diri mu untuk Tuhan pakai
Agar kerajaanNya makin nyatalah
Damai dan sejahtera diberikan Tuhan
Reef :
7. JANGAN LELAH BEKERJA DILADANGNYA TUHAN
Jangan lelah bekerja diladangnya Tuhan
Roh kudus yang bri kekuatan,yang mengajar dan menopang
Tiada lelah bekerja bersama mu Tuhan,yang selalu mencukupka….a….a..an, akan segalanya
Reef : ratakan tanah bergelombang,
Timbunlah tanah yang berlubang
Menjadi siap di bangun
Di atas dasar Iman.(2x)
Baca selengkapnya GIAFIDRISA

Contoh Liturgi

LITURGI IBADAH PERSEKUTUAN GIAFIDRISA
Rabu, 07- Juli- 2010
TEMA: MAZMUR KU – PUJIAN KU

I. MENGHADAP TUHAN (Berdiri )
• Pujian: Satu hal yg kurindu
• Doa pembukaan: Mazmur 84:2-11a
• Pujian: Bagaikan bejana (Duduk )
II. MAZMUR PUJI-PUJIAN
• Mazmur 118: 1-4
• Pujian: Ny Roh 16:1 Sekarang B’ri syukur
III. GIAFIDRISA MENGAKU DOSA
• Mazmur 51: 3-12
• Pujian: DSL 32:1 Bilang padaku hari’ ni
Iv. PELAYANAN FIRMAN
• Doa: Mazmur 119: 33-40
• PA : Mazmur 73:1-28
• Pujian: PKJ. 182 : 1,2,4,5 Ku utus kau
v. PERSEMBAHAN SYUKUR
• Mazmur 128: 1,2.
• Pujian: PKJ.146: 1 dst Bawa persembahanmu
VI. DOA SYUKUR (Mazmur 139: 1-24)
VII. PENGUTUSAN DAN BERKAT (Berdiri)
PENGUTUSAN:
GIAFIDRISA berada dalam kapal yang satu dan sama GIAFIDRISA harus berlayar bersama-sama, karena GIAFIDRISA adalah saudara, yang menuju tujuan akhir yang sama. Matahari menari gembira di langit, ikan-ikan pun berenang riang di laut menyambut persekutuan yang indah dan manis. GIAFIDRISA bersekutu dalam 1 kapal tanpa membedakan satu dengan yang lain, karena kita semua adalah sama. GIAFIDRISA tetap saudara dalam lautan semesta, dibawah matahari yg sama, dihembusi angin yg sama pula. Dan GIAFIDRISA bersatu tekad untuk tetap berjuang bersama-sama, karena ada 1 Nahkoda yg sanggup membawa kita menuju tempat Perlabuhan yg sejati !!!!
BERKAT:
• Mazmur: 41: 13-14. Mzm 21;5-8
• Pujian: Jangan lelah bekerja di ladangnya Tuhan

GB – GIAFIDRISA
“By.T73110X”
Baca selengkapnya GIAFIDRISA

Mengapa Perlu Ibadah/Liturgi Yang Kreatif ?

Ibadah yang kreatif seharusnya menjadi karya yang berkualitas, yang terbaik kita berikan kepada Allah dan membangun kita sebagai umat-Nya. Ibadah yang kreatif adalah ibadah yang Utuh, memiliki struktur liturgy yang utuh yaitu: Komunikasi antara Allah dan manusia (dialogis: Anabatis-Katabatis) Anabatis : Allah menawarkan kasih kepada manusia, Katabatis : Tanggapan manusia atas karya Allah, Pengenangan sebagai perayaan kehadiran karya keselamatan Allah di dalam Kristus (anamnesis) Seruan permohonan bagi turunnya Roh Kudus (eplikesis) Menghadirkan kehadiran Kristus yang dilambangkan dalam ruang, benda dan aktivitas ibadah (simbolis) Kontekstual, berkarya sesuai dengan situasi dan kondisi untuk lebih membangun umat. Sesuai tahun liturgi, sejalan dengan siklus perayaan liturgi setiap tahunnya dari masa adven – natal – epifania – pra paskah – paskah – kenaikan Tuhan Yesus – Pentakosta – minggu biasa Siklus tahun liturgi telah dibuat gereja dengan menggunakan sistem yang telah ada dalam budaya masyarakat yakni sistem bulan dan matahari. Masa raya ini diatur sedemikian rupa agar jemaat dapat merayakan, memahami dan mengenang karya agung Allah secara utuh dalam satu tahun. Tematik, memiliki tema setiap minggu yang menjadi fokus dalam pembinaan umat. Ke empat hal di atas merupakan hal yang seharusnya ada dalam ibadah, bisa tersurat maupun tersirat dalam perayaan kita. Sedangkan tata ibadah memuat susunan unsur-unsur liturgi yang kita lakukan bersama. Tata ibadah disusun supaya ibadah itu tertib, teratur dan khidmat. Tata ibadah sendiri bukanlah tujuan, melainkan alat untuk melayani Tuhan dalam perayaan kita. Semua itu dapat dibuat sekreatif, seindah, semenarik mungkin namun juga maknawi, sebagai abodah kepada Tuhan. Tiada yang lebih indah dari segalanya selain membuat karya yang terbaik sebagai ungkapan syukur kepada Sumber Kehidupan selamat melayani Tuhan.

Cara Pengerjaan Liturgi Kreatif
Setiap liturgi pada dirinya telah kreatif. Karena sesungguhnya disusun dari realitas hidup masyarakat/umat yang riil. Yang diperlukan sesungguhnya adalah kreatifitas liturgi. Terkait dengan itu, inti liturgi adalah pemberitaan firman, maka kreatifitas liturgi harus dilaksanakan sebagai cara mengimplementasi firman secara nyata dalam ibadah dan kehidupan nyata. Ada korelasi yang jelas antara keduanya. Kreatifitas liturgi itu harus membuat ibadah bersentuhan langsung dengan pergumulan nyata umat. Karena itu mesti dapat mengakomodasi atau mengangkat realitas kehidupan umat secara khusus ke dalam ibadah. Maka setiap unsur liturgi dapat dikreasikan. Prinsipnya adalah isi dari unsur-unsur itu harus benar-benar mewakili atau memuat unsur-unsur pergumulan nyata umat. Kemasan liturgi tidak boleh berbau asing dari kehidupan nyata umat. Kemasannya harus ‘berbau’ umat setempat dan bukan ‘bau asing’. Demikian pun firman yang diberitakan harus benar-benar menjawab pergumulan nyata umat, dan bukan menceritakan sepakterjang sejarah masyarakat Israel Alkitab. Teks Alkitab yang dipakai harus pertama-tama dibaca dari perspektif sosial umat setempat, kemudian ditafsir dengan menggunakan kacamata orang setempat (tafsir sosiologis), lalu seluruh dinamikanya coba diresapi ke dalam dinamika orang-orang setempat pula. Kreatifitas liturgi harus memperhatikan isu pokok yang penting sebagai pokok pergumulan liturgi. Jika ada isu, maka seluruh unsur dan perangkat liturgis dapat dikreasikan sesuai dengan isu itu. Jika itu dilakukan, ibadah dan semua perangkat liturgisnya adalah benar-benar ‘milik kita’.

Beberapa Hal Penting Untuk Membuat Liturgi Kreatif
Berikut ini di sajikan bebrapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat suatu bentuk liturgy yang Kreatif :
1. Siapa peserta Ibadahnya?? Pemuda, SM-TPI, Pelayanan Perempuan/laki-laki?? Berapa jumlahnya?? Hal ini penting untuk menciptakan suasana dialog dalam liturgy dengan membagi peran sehingga semua umat berpartisipasi.
2. Dimana tempat ibadah itu dilaksanakan ? Di luar gedung seperti di pantai, gunung, lapangan, dan sebagainya, atau di dalam gedung. Suatu tempat ibadah yang baik mengandug beberapa unsur :
a. Tempatnya indah, (Beautiful) karena itu kita dapat mempergunakan simbol-simbol liturgi seperti lilin, salib, bunga, dan sebagainya.
b. Tempat ibadah dapat menciptakan suasana oikumenis
c. Tempat ibadah dapat memungkinkan semua peserta ibadah dapat berpartisipasi aktif, hindarilah sikap umat untuk menjadi penonton.
d. Biarlah tema ibadah mempengaruhi suasana ibadah itu.
3. Apa tema dan sub tema ibadah itu ? Natal, syukur HUT, dan sebagainya? Ingatlah bahwa tema setiap perayaan (Ibadah) dapat mempengaruhi suasana ibadah itu sendiri.
4. Musik pendukung apa yang dipergunakan? Musik tradisional / etnis atau musik barat ? hal ini berhubungan dengan pemilihan lagu dan iringannya serta fungsi yang tepat dari setiap musik pengiring.
5. Apakah ada juga musik gerejawi sekunder lainnya yang akan terlibat dalam ibadah itu ? (PS,VG,Solo,Dan lain-lain) hal ini berhubungan dengan fungsi prokantor atau pelayan musik dari PS,DLL.
6. Apakah perlu adanya tim pendukung liturgi? (TPL). Hal ini berhubungan dengan peran symbol liturgi pada akta liturgi tertentu yang dapat dimainkan atau didramatisasi.
7. Buku-buku lagu sebagai sumber nyanyian ibadah juga dipersiapkan.
8. Berapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan ibadah itu? Hal ini penting agar waktu yang disediakan dapat dipergunakan sebaik-baiknya, sehingga ibadahnya tidak panjang dan membosankan.
9. Siapa-siapa yang menjadi pelayan ibadah itu?(pelayan I dan pelayan II misalnya). Hal ini berhubungan dengan pembagian perannya.
10. Sesudah itu buatlah kerangka dasar liturgi dengan berpedoman pada 4 unsur penting:
Persiapan dan Menghadap Tuhan
Pelayanan Firman
Respons atas Firman Tuhan
Pengutusan dan Berkat
11. Mengkaji ulang kerangka itu, kalau sudah oke, kerjakan isinya untuk siap dipergunakan!!!!
Demikian hal-hal yang berkaitan dengan litirgi kreatif, kiranya dapat di gunakan untuk menata pelayanan sebagai calon-calon hamba Tuhan ke depa, Tuhan Memberkati kita sekalian.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA

MAKNA UNSUR-UNSUR DALAM LITURGI

Ada banyak teori mengenai unsur-unsur liturgi (baca. Abineno). Bahkan dalam Tata Ibadah GPM, kita bisa melihat beragam unsur, antara Model A-F (Liturgi lama) atau Minggi I-V (Liturgi baru yang sedang disosialisasi). Demikian pun tata ibadah Wadah Pelayanan, Unit/Sektor. Unsur-unsur itu dinamai secara beragam dan ada unsur tertentu yang tidak ada dalam suatu model tertentu. Terlepas dari semua variasi itu, ada tujuh unsur pokok di dalam liturgi, yaitu [1] Votum; [2] Pengakuan Dosa, Pengampunan Dosa dan Petunjuk Hidup Baru; [3] Pemberitaan Firman; [4] Respons dan Jawaban umat, dalam bentuk [4.1] Pengakuan Iman; dan [4.2] Persembahan Syukur; [5] Doa Syafaat; dan [6] Pengutusan dan Berkat. Setiap unsur dikembangkan di dalam setiap liturgi di semua kalangan kristen, hanya dengan metode dan pola pengembangan yang tentu berbeda pada masing-masingnya. Saya tidak membahas kebedaan itu, karena yang penting adalah apa makna dari setiap unsur itu. Pengembangannya dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan pola liturgi apa pun yang dikreasikannya. [1] Votum, adalah proklamasi yang menandai bahwa Tuhan telah masuk ke dalam Ibadah, dan melandasi ibadah itu. Artinya ibadah adalah perintah Tuhan kepada umat, sehingga melaluinya umat berjumpa dengan Tuhan. Secara formulatif, proklamasi itu berbunyi ‘Ibadah ini berlangsung dalam nama Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus’. Dengan demikian Votum bukanlah doa permulaan ibadah. [2] Pengakuan Dosa, Berita Anugerah Pengampunan Dosa dan Petunjuk Hidup Baru. Setiap manusia yang beribadah adalah orang berdosa. Di dalam ibadah ia akan mengalami suatu anugerah pengampunan dosa, setelah ia mengakui dosanya. Pengampunan dosa akan diikuti oleh petunjuk hidup yang baru, agar umat hidup sesuai dengan firman dan kehendak Tuhan, dan tidak melakukan dosa yang sama itu lagi. Pengakuan dosa berarti manusia merendahkan diri di hadapan hadirat Allah yang kudus, lalu memohonkan anugerah dan Allah memberi perintah yang baru untuk dilakukan. [3] Pemberitaan Firman. Ibadah protestan berpusat pada pemberitaan Firman (bnd, konsep sola scriptura). Artinya Tuhan yang menyapa umat dalam ibadah adalah Tuhan yang memberi firman kepada mereka. Ia hadir di dalam ibadah dan bertindak melalui firmanNya. Karena itu, setiap pemberitaan firman (khotbah) adalah penyampaian maksud dan kehendak Tuhan kepada manusia. Untuk itu, khotbah berisi pesan firman, dan bukan pesan pengkhotbah. [4] Respons atau Jawaban Umat. Umat yang mendengar Firman adalah umat yang meresponi Tuhan. Ada dua bentuk respons umat dalam ibadah yaitu: [4.1] Pengakuan Iman (affirmasi), yaitu bentuk respons umat tentang siapa Tuhan yang memberi kepadanya pengampunan dosa dan firmanNya. Pengakuan Iman ini adalah pernyataan kepercayaan umat/gereja yang ada di dalam dunia, di dalam pergumulan dengan realitas dunianya. Gereja yang sadar bahwa dalam pergumulan itu, Tuhan tidak meninggalkan dia. Pengakuan iman juga mengandung janji eskhatologis yaitu kasih setia Tuhan yang tetap nyata di dalam hidup umat/gereja.
[4.2] Persembahan syukur (offerings). Unsur ini adalah unsur respons umat terhadap realitas anugerah yang ia terima dari Tuhan di dalam hidup sehari-hari. Persembahan yang dipolakan dalam liturgi adalah manifestasi dari tindakan pelayanan umat dalam hidup sesehari. Karena itu, persembahan di dalam ibadah harus menjadi spirit yang terus menyemangati pelayanan sosial di dunia. Artinya, ibadah protestan adalah ibadah yang terbuka dan terarah ke dunia. [5] Syafaat. Unsur ini adalah doa yang biasa diselenggarakan di dalam ibadah. Syafaat berarti doa bersama secara pasti/tepat/tegas/tidak berubah. Kata itu sendiri berarti hukum. Tetapi ada aspek perilaku yang berhubungan dengan hukum dalam kata itu, yaitu ‘kesetiaan’ atau ‘kepatuhan’ terhadap hukum. Karena itu ‘syafaat’ dimengerti sebagai doa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan umat dituntut untuk setia dan patuh terhadap apa saja yang didoakan.
Syafaat adalah doa umum yang dipimpin oleh Juru Doa (Pendeta/Pendoa). Dalam kebiasaannya, syafaat biasa diakhiri dengan berdoa Bapa Kami secara bersama-sama, sebagai cara melibatkan jemaat dalam aktifitas berdoa secara bersama itu. [Doa Bapa Kami bukanlah Doa sempurna, melainkan salah satu bentuk doa yang diajarkan [Yesus] kepada umat, agar mereka bisa berdoa [bersama-sama]. Juga bukan pelengkap doa syafaat, tetapi cara gereja melibatkan jemaat dalam doa umum. [6] Pengutusan dan Berkat. Unsur ini merupakan unsur penting dalam liturgi.umat yang beribadah adalah umat yang telah mengalami perjumpaan dengan seluruh realitas anugerah Tuhan. Umat telah mendengar firmanNya, dan diutus ke dunia untuk bersaksi tentang Tuhan yang ia jumpai dalam ibadah di tengah hidup sesehari. Karena itu, berkat Tuhan adalah jaminan dasar dari kesaksian hidup manusia/umat. Di situ berarti ada korelasi yang jelas antara ibadah dengan tugas di dunia. Semua unsur itu berhubungan satu dengan lainnya, dan saling menopang. Selain itu, aspek spontanitas umat yang tidak boleh diabaikan dalam liturgi adalah Nyanyian Umat. Ini adalah bentuk ekspresi umat yang harus dibiarkan bertumbuh secara spontan. Ada dua corak nyanyian jemaat, yaitu nyanyian primer dan nyanyian sekunder. Nyanyian primer adalah nyanyian umat secara bersama-sama, sedangkan nyanyian sekunder adalah nyanyian yang biasa dinyanyikan secara khusus oleh kelompok Paduan Suara (Chorus), Vocal Group, dll. Penempatan nyanyian sekunder dalam liturgi lebih tepat pada bagian Respons Umat.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA

Sejarah Perkembangan dan Pembaruan Liturgi

Selama dekade abad dua puluh liturgi Gereja mengalami beberapa tahap perkembangan. Perkembangan itu terlihat dalam tahap warna ibadah dengan lahirnya berbagai bentuk simbol. Pada awalnya peribadahan Gereja berakar dari tradisi oral dan ritual di zaman umat Israel dalam Perjanjian Lama. Pengajaran di Bait Allah, Sinagoge dan rumah tangga cenderung dilakukan dengan ritual oleh para Imam (bnd Luk.4: 16-22). Bentuk pengajaran di luar ruang ibadah cenderung dilakukan dengan cara oral oleh orang-orang tua, para Hakim dan para Nabi (bnd Ul.6: 4-9).
Sejak lahirnya Gereja pada abad pertama hingga akhir Abad Pertengahan warna peribadahan Gereja sangat kuat pada tradisi oral, ritual dan visual dengan pemeran sentral ibadah adalah umat. Pengajaran kepada umat disampaikan melalui drama, homili, ritus-ritus, gambar, hari-hari raya, jenis-jenis ibadah dan berbagai benda pendukung liturgi. Pada masa kini umat mengenal kisah-kisah Alkitab dan pengajaran Gereja melalui peribadahan oral dan ritual tersebut.
Pada akhir Abad Pertengahan partisipasi umat dalam peribadahan lambat laun menurun karena perdebatan teologis tentang kedudukan klerus dan umat dalam Gereja juga karena perselisihan intern Gereja.
Reformasi membawa dampak perubahan warna ibadah dari ritual menjadi didaktik. Pada akhir Abad Pertengahan tampilan liturgi yang berpusat pada imam, sakramen, dan cenderung teaterikal digeser menjadi liturgi yang berpusat pada pemberitaan Firman Tuhan dan mimbar. Didaktik dalam liturgi hampir seluruhnya verbalisme dan tata gerak serta pemakaian simbol-simbol tidak terlalu ditekankan. Segala sesuatu: simbol, edukasi, misteri doa, komitmen, disampaikan secara verbal dari mimbar. Bersama dengan lahirnya peribadahan injili abad ke-19, altar call menjadi model ibadah yang dominan di sebagian besar di Gereja . Baca selengkapnya GIAFIDRISA

MERANGKAI IBADAH KREATIF

Arti Ibadah/Liturgi
Ada berbagai istilah yang kita kenal dan sering kita pakai dalam persekutuan gereja. Ada yang memakai istilah liturgi, ibadah atau kebaktian. Yang mana yang benar? Semua benar, jika kita memahaminya sebagai ungkapan diri kita sepenuhnya kepada Allah. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani leitourgia (ergon: karya; leitos atau kata sifatnya laos: bangsa). Jadi secara harfiah, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan untuk kepentingan bangsa. Sejak abad 4 SM, pemakaian kata leitourgia ini diperluas, yakni untuk menyebut berbagai macam karya pelayanan, demikian juga dalam arti kultus, leitourgia berarti pelayanan ibadah, karya untuk Allah. Ibadah sendiri berasal dari bahasa Ibrani Abodah yang berarti bakti, dan kemudian acaranya kita sering sebut kebaktian. Ketika kita memahaminya sebagai karya dan bakti kepada Allah, sudah tentu karya itu harus baik, bagus, teratur, khidmat, sebagai ungkapan syukur kita kepada Allah. Ibadah bukan merupakan karya pemimpin dan milik satu orang saja. Ibadah merupakan karya umat. Seluruh umat berkarya dan mengungkapkan syukur kepada Allah bersama-sama.
Ibadah merupakan suatu aktifitas agama yang dikemas sedemikian rupa sehingga tampak kesakralannya. Kesakralan itu dikemas melalui suatu tata liturgi, sehingga umat yang beribadah masuk dalam situasi yang khusuk, beralih dari dunianya, dari aktifitas kesehariannya, dan merasakan ‘kehadiran Tuhan’ (God Presence) di dalam ibadah itu. Pengertian lain memahamkan ibadah sebagai aktifitas pelayanan dalam ruang sosial, melalui serangkaian perbuatan baik, atau pekerjaan baik yang mendatangkan keadilan, kebenaran, kesejahteraan kepada orang lain/sesama. Ketika digunakan dalam lingkungan ritus agama, ibadah lalu dibawa masuk ke dalam hubungan antara Tuhan dengan umat. Bentuk relasi sosial tadi diubah menjadi suatu relasi ritual yang terkadang mistis. Karena itu aspek pelayanan dimengerti sebagai pelayanan ritual.
Aspek ekspresi umat sebetulnya yang menjadi hal penting dalam liturgi. Ekspresi yang muncul sebagai cara umat meresponi Tuhan yang telah menyatakan diri dan hadir di dalam kehidupan mereka. Orang-orang Yahudi lebih suka memahami tindakan itu sebagai ‘abodah’ yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘wor[k]ship’. Kedua istilah itu menunjuk pada ada suatu sistem yang teratur di dalam tindakan melayani. Artinya sebuah realitas pelayanan itu tidak dilakukan secara serampangan, tanpa aturan dan tanpa tujuan.
Tidak sedikit para teolog praktika Indonesia yang merasa tidak puas melihat praktek liturgi Gereja-gereja di Indonesia masa kini, Salah seorang di antaranya J.L.Ch.Abineno dalam pidato Dies Natalis STT-Jakarta, pada tanggal 27 September 1962, mengungkapkan bahwa bentuk tata ibadah yang dipakai Gereja-gereja di Indonesia merupakan pengambilalihan dengan atau tanpa perubahan dari Gereja-gereja Barat. Pengimporan bentuk-bentuk dari barat ini telah terjadi berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus tahun lamanya. Hal senada juga disampaikan oleh Muller Kruger seorang teolog Jerman yang lama bekerja di Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk pelayanan yang diimpor dari Barat (oleh Gereja-gereja di Indonesia) diterima begitu saja, sehingga hampir-hampir tidak dirasakan sebagai bentuk-bentuk asing.
Rumusan dalam setiap unsur-unsur liturgi menggunakan kata-kata yang meskipun sulit dimengerti dianggap sudah baku dan tidak boleh diubah. H. Kraemer juga mencatat sekalipun Gereja-gereja muda telah merdeka atau otonom dan memerintah sendiri, tetapi dalam struktur dan gaya ekspresinya masih merupakan koloni spiritual dari Barat.
Terhadap kenyataan ini, beberapa pimpinan dan ahli teologi Gereja-gereja di Indonesia pada masa itu mulai sadar bahwa ternyata Indonesia belum lepas dari “penjajahan spiritual” karena semua liturgi pada waktu itu hanya merupakan warisan dan sebetulnya tidak relevan lagi untuk kebutuhan iman jemaat saat ini.
Di kalangan protestan, pembaruan liturgi sejalan dengan gerakan oikumenis. Puncak pembaruan adalah Liturgi Lima tahun 1982 di Peru melalui konferensi Komisi Iman dan Tata Gereja dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Secara umum telah terjadi penerbitan revisi buku-buku liturgi Gereja. Baik penyesuaian maupun gerakan liturgis memberi pembaruan pada unsur-unsur dalam liturgi. Tata ibadah termasuk tata ruang, para petugas, simbol-simbol, tata gerak, musik dan sakramen yang seluruhnya dalam liturgi ditempatkan dalam pemahaman kontekstualitas dalam semangat gerakan liturgi.
Baca selengkapnya GIAFIDRISA