Bersekutu, Berkarya dan Bersaksi...

LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA

Berdasarkan pengakuan bahwa tiap gereja adalah ungkapan dari gereja yang esa.kudus,am danrasulim dan bahwa semua gereja disegala zaman dan tempat terpanggil untuk melaksanakan tugas panggilan gereja yang sama dan satu yaitu memberitakan, maka gereja-gereja diseluruh dunia bertanggung jawab melaksanakan tugas panggilan itu dalam persekutuan dan kerjasama serta saling menghormati dan menghargai keberadaan masing-masing. Dalam mengembang panggilan oikumene semesta maka hubungan dan kerjasama oikumenis perlu dibina.
Yang dimaksudkan dengan hubungan-hubungan oikumenis adalah hubungan dengan gereja-gereja dan lembaga-lembaakristen di indonesia yang tidak atau belum menjadi anggota Pgi dan pgi wilayah.
Sejarah Kelahiran “Lima Dokumen Keesaan Gereja”(LDKG)
Secara resmi LDKG lahir selaku keputusan SR X DGI/PGI 1984 Ambon tahun 1984. rumusan LDKG Ambon telah mengalami beberapa perubahan dalam upaya penyempurnaan dalam SR XI PGI Surabaya dan SR XII PGI 1994 Jayapura sehingga mencapai bentuk yang sekarang. ( Buku, Lima Dokumen Keesaan Gereja ).
Ketika DGI dibentuk tahun 1950 dengan tujuan pembentukan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia belum ada bayangan/gambaran mengenai Gereja Kristen yang Esa di Indonesia itu. Setelah dibentuk baru kemudian diperkembangkanlah pemahaman dan gambaran mengenai Gereja Kristen yang Esa tersebut.
Dalam proses penegembangan pemahaman dan gambaran tersebut dari satu Sidang Raya ke Sidang Raya berikutnya kian dirasakan adanya semacam ketegangan antara 2 kecendrungan yaitu :
 kecendrungan untuk mengutamakan keesaan rohani dalam kristus dan karena itu enggan membahas hal-hal yang menjurus kepada penyatuan secara struktural organisatoris.
 kecendrungan untuk mengutamakan keesaan struktural organisasi dan karena itu kurang sabar terhadap segala perbedaan dan sikap mempertahankan identitas diri masing-masing.
Dalam upaya menampung kedua kecendrungan ini dan bersamaan dengan iklim yang sedang mempengaruhi Dewan Gereja se-Dunia ( DGD ) dilakukan dengan pola pendekatan melalui 3 komisi antara lain :
 Komisi Faith and Order ( Iman dan Tata Gereja )
 Komisi Life and Work ( Hidup dan Karya Gereja )
 Komisi Mission and Evangelism ( Misi dan Pekabaran Injil )
Dan DGI-pun menata diri dengan 3 pola diatas, dan dimulailah studi dan penyelidikan bersama mengenai pengakuan iman, tata gereja, katekisasi, liturgi yang digunakan oleh gereja-gereja anggota. Studi dan penyelidikan bersama ini memuncak pada SR IV DGI di Makasar dengan munculnya konsep mengenai :
 Tata Sinode Oikumene Gereja di Indonesia ( SINOGI )
 Pengakuan Iman Bersama.
Namun gereja-gereja anggota PGI tampaknya belum siap untuk menerima gagasan SINOGI dan Pengakuan Iman Bersama. Dalam SR VII DGI 1971 Pematang Siantar kemudian berhasil menampung sebagian dari konsep SINOGI dengan memperbaharui struktur DGI. Dimana Badan Pekerja Lengkap ( BPL ) DGI bukan lagi hanya untuk sejumlah kecil orang-orang yang dipilih oleh Sidang Raya untuk bertindak atas nama gereja-gereja , tetapi keanggotaan BPL-DGI terdiri dari unsur pimpinan pusat tiap gereja anggota yang ditunjuk oleh gerejanya dan disahkan oleh Sidang Raya. Dengan demikian kesepakan yang diambil sepenuhnya mendapat dukungan oleh dan berakar di dalam gereja.
sejak itu tidak sedikit telah dicapai dalam upaya mewujudkan keesaan gereja itu secara nyata.
Dalam SR IX DGI 1980 Tomohon diputuskan supaya dalam masa 4 tahun kedepan sungguh-sungguh dimanfaatkan DGI dan gereja-gereja anggota untuk bersama-sama menyusun dan melaksanakan program-program yang konkrit secara bertahap ditingkat setempat,sewilayah dan nasional guna mempersiapkan pembentukan satu gereja kristen yang esa didalam sidang raya X dgi.
Disadari bahwa keesaan gereja bukan hanya sekedar keesaan rohani saja,tetapi sekaligus tampak dalam wujud yaang kelihatan (kelembagaan) sehingga keesaan rohani menjadi kesaksian kepada dunia. Keesaan juga bukan keseragaman (uniformitas) dan bukan pula keterpisahan melainkan keragaman dalam kebersamaan.
Setelah SR IX DGI 1980 Tomohon, BPH DGI menyampaikan gagasan mengenai pembaharuan struktur,nama dan sarana DGI. Dalam gagasan tersebut dikemukakan 2 langkah penting : pertama,bertolak dari peristiwa pembentukan DGI selaku badan persekutuan Oikumene gereja-gereja di Indonesia maka mesti dilaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengungkapkan keesaan gereja secara lebih nyata. kedua, setiap kali sesudah jangka waktu tertentu perlu dipersiapakan langkah-langkah baru dan untuk itu perlu dilembagakan kemajuan-kemajuan yang dicapai ditahun-tahun sebelumnya dan mendorong kemajuan-kemajuan baru ditahun yang akan datang.
Titik tolak inilah yang kemudian melahirkan konsep LDKG.
Dengan mempelajari keputusan-keputusan sidang raya-sidang raya sebelumnya dan dengan memperhatikan perkembangan pemikiran-pimikiran baru yang dilahirkan dari gerakan Oikumene sedunia (DGD) maka di buat suatu daftar mengenai pemahaman keesaan gereja yang menyebut bahwa gereja yang esa itu harus :
1. mempunyai satu pengakuan iman
2. mempunyai satu tata gereja dasar
3. Dapat Beribadah bersama dan merayakan perjamuan kudus (PK)
4. Mempunyai wadah disetiap tingkat untuk bermusyawarah dan menentukan hal-hal yang menyangkut pelaksanaan tugas panggilan bersama.
5. Tindakan saling mengakui dan saling menerima.
6. terpanggil untuk memberitakan injil
7. diwarnai oleh tindakan saling membantu dan saling menopang.
Dalam pengembangannya dipadatkan menjadi 5 butir saja yaitu 2 & 4 dijadikan satu dan 3 & 5 disatukan. Dari sini akhirnya lahir lima ciri pokok gereja kristen yang esa di indonesia :
a. Satu pengakuan iman
b. Satu wadah bersama
c. Satu tugas penggilan dalam satu wilayah bersama
d. Saling mengakui dan saling menerima
e. Saling menopang.
Pada sidang BPL-DGI 1981 lahirlah konsep tentang “SIMBOL-SIMBOL KEESAAN” yang meliputi 4 dokumen yaitu :
1. PIAGAM PRASETYA KEESAAN
2. PEMAHAMAN IMAN BERSAMA
3. PIAGAM SALING MENERIMA SALING MENGAKUI
4. TATA DASAR GEREJA
Konsep awal mengenai simbol-simbol keesaan mengalami perluasan, pembaharuan, dan peningkatan sehingga akhirnya lahirlah “LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA” LDKG yang terdiri dari :
i. Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)
ii. Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)
iii. Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM)
iv. Tata Dasar PGI
v. Menuju kemandirian Teologi, Daya dan Dana.


Beberapa hal yang mesti dicatat bahwa :
 LDKG merupakan dokumen keesaan gereja-gereja yang bersifat utuh dan menyeluruh karena dalamnya terkandung seluruh pengalama ber-Oikumene di indonesia sejak berdirinya DGI tahun 1950.
 Keesaan gereja dalam LDKG tidak terjebak dalam pendekatan organisatoris/kelembagaan melainkan mengikuti pendekatan dari segi misi bersama.
 Kekuatan LDKG ialah merupakan Dokumen Keesaan dengan nilai teologis-eklesiologis, historis dan misologis.
Dalam SR XII PGI 1994 Jayapura dilakukan perbaikan namun tidak banyak melakukan perubahan sehingga susunan Lima Dokumen Keesaan Gereja menjadi :
 Prasetya Keesaan
1. Pokok-pokok tugas panggilan bersama ( PTPB )
2. Pemahaman Bersama Iman Kristen ( PBIK )
3. Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui ( PSMSM )
4. Tata Dasar PGI
5. Menuju Kemandirian Teologi Daya dan Dana
 Daftar anggota-anggota PGI
I. POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BERSAMA
Dokumen ini memuat hal-hal dasariah mengenai :
a. Pemahaman bersama gereja-gereja tentang tugas panggilan (misi) bersama.
b. Konteks nyata dimana gereja ditempatkan dalam suatu realisme yang berpengharapan.
Dokumen ini pun dilihat selaku dokumen misiologi dari gereja-gereja di indonesia.
II. PEMAHAMAN BERSAMA IMAN KRISTEN
Pokok-pokok dokumen PBIK meliputi :
 Tuhan Allah
 Pencipta dan pemeliharaan
 Manusia
 Penyelamatan
 Kerajaan Allah dan hidup baru
 Gereja
 Alkitab

III. TATA DASAR
Berbeda dengan AD-PGI maka tata dasar PGI disusun secara agak luas
 Pembukaan
 Batang tubuh yang terdiri dari XIII bab dengan 27 pasal
 Penjelasan Tata Dasar PGI : Pembukaan
 Penjelasan tetang pasal IV Tata Dasar PGI
 Penjelasan tentang peranan PGI

IV. KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA DAN DANA
Dokumen Kemandirian Teologi, Daya dan Dana ditata sebagai berikut :
1. Dasar pemikiran yang terdiri dari :
a. Pengertian umum tentang kemandirian
b. Kemandirian sebagai panggilan gereja
2. Permasalahan
3. Kerangka dasar untuk penyususnan program
Yang memuat pikiran-pikiran prinsip :
a. Kemandirian teologi
b. Kemandirian daya
c. Kemandirian dana